Jakarta, ebcmedia.id — Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP, dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari para terdakwa dan kuasa hukum, Kamis (6/11/2025).
Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Tipikor tersebut menghadirkan tiga terdakwa, yakni mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi, mantan Direktur Keuangan Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Armada Harry Muhammad Adhi Caksono. Setelah masing-masing terdakwa membacakan pembelaan pribadinya, giliran tim kuasa hukum dari Soesilo Aribowo & Partners membacakan pledoi atas nama para terdakwa.
Dalam pembelaannya, kuasa hukum Soesilo Aribowo menegaskan bahwa ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), baik dalam dakwaan pertama maupun kedua.
“Perbuatan para terdakwa tidak memenuhi unsur dakwaan pertama. Karena para terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan, maka dengan sendirinya tidak terbukti pula unsur kesalahan mereka,” ujar Soesilo saat membacakan pledoi di ruang sidang.
Soesilo juga menekankan pentingnya asas in dubio pro reo, bahwa dalam hukum pidana yang dicari adalah kebenaran material. Ia mengutip pandangan Prof. Dr. Sajipto Rahardjo yang menyatakan bahwa “asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum,” sehingga peraturan-peraturan hukum harus berpijak pada asas keadilan dan rasionalitas.
Kuasa hukum kemudian memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan bebas kepada para terdakwa, dengan amar antara lain:
1. Menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum;
2. Membebaskan, atau setidak-tidaknya melepaskan para terdakwa dari segala dakwaan;
3. Memulihkan hak, harkat, dan martabat para terdakwa sebagaimana sediakala;
4. Memerintahkan agar para terdakwa dikeluarkan dari rumah tahanan negara Kelas I Jakarta Timur cabang Rutan KPK;
5. Menyatakan seluruh barang bukti dikembalikan kepada pihak yang berhak; serta
6. Membebankan biaya perkara kepada negara.
“Kami percaya majelis hakim yang mulia dengan keyakinannya tidak akan ragu-ragu dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya,” pungkas Soesilo menutup pembacaan nota pembelaannya.
Usai persidangan, kuasa hukum Soesilo Aribowo dalam keterangannya kepada wartawan menyebut bahwa perkara ini tidak semestinya diproses secara pidana, melainkan hal ini merupakan aksi korporasi yang sah secara bisnis.

“Dari awal, klien kami merasa dikriminalisasi. Ini adalah akuisisi saham biasa yang digeser ke arah pidana korupsi,” ujar Soesilo.
Ia menegaskan bahwa seluruh tuduhan perbuatan melawan hukum (PMH) telah terbantahkan berdasarkan data dan dokumen persidangan. Bahkan, ia menyebut JPU keliru memahami konteks akuisisi tersebut.
“Dakwaan ini tidak mendasar karena tidak memahami apa yang dimaksud dengan akuisisi. Ini bukan pembelian kapal, tapi akuisisi saham. Namun perlakuannya seperti jual-beli kapal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Soesilo juga menyoroti bahwa perkara ini seharusnya tunduk pada Undang-Undang BUMN dan prinsip Good Corporate Governance (GCG), bukan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Ini bukan kerugian keuangan negara, melainkan kerugian perusahaan. Maka semestinya diselesaikan secara perdata, bukan pidana korupsi,” tegasnya.
Terkait rekening-rekening para terdakwa yang diblokir, Soesilo menyebut pihaknya telah mengajukan permohonan agar majelis hakim memerintahkan untuk pembukaannya, seperti tertuang dalam nota pembelaan terdakwa.
Majelis Hakim telah menetapkan untuk Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum terhadap nota pembelaan (replik) pada Senin pekan depan.
(AR)








