Jakarta, ebcmedia.id – Tim gabungan Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama Kepolisian Republik Indonesia berhasil mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan crude palm oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sebanyak 87 kontainer yang berisi produk turunan sawit diduga akan diekspor secara tidak sesuai ketentuan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani, menyampaikan bahwa temuan tersebut merupakan hasil pemeriksaan rutin atas dokumen ekspor yang mencurigakan. Dari hasil pemeriksaan fisik, petugas mendapati adanya perbedaan antara deklarasi dokumen ekspor dan isi barang di dalam kontainer.
“Ditemukan dugaan manipulasi jenis dan volume barang yang akan dikirim ke luar negeri. Produk tersebut diklaim sebagai bahan pangan olahan, padahal termasuk kategori produk turunan CPO yang wajib melalui perizinan khusus,” ujar Askolani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Menurutnya, modus yang digunakan pelaku antara lain mengubah kode HS (Harmonized System) untuk mengelabui sistem kepabeanan serta menghindari kewajiban pajak ekspor dan pungutan sawit. Pemeriksaan awal menunjukkan potensi kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menindaklanjuti temuan tersebut dengan penyelidikan terhadap perusahaan pengirim dan penerima barang di luar negeri. Polisi juga tengah menelusuri pihak yang diduga membantu pengurusan dokumen fiktif.
“Kami sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pihak eksportir dan agen pengurusan jasa kepabeanan. Ada indikasi kuat bahwa praktik ini dilakukan secara terorganisir,” ungkap Brigjen Pol Whisnu Hermawan, Dirtipideksus Bareskrim.
Sebanyak 87 kontainer kini diamankan di container yard Pelabuhan Tanjung Priok untuk proses penyidikan lebih lanjut. Pemerintah menegaskan bahwa penindakan ini merupakan bagian dari pengawasan ketat terhadap ekspor komoditas strategis, khususnya produk sawit yang berperan penting dalam pendapatan negara.
Kemenkeu memastikan akan memperkuat sistem risk management di seluruh pelabuhan utama untuk mencegah kasus serupa. Bila terbukti bersalah, eksportir dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
(AR)







