Jakarta, ebcmedia.id – Kuasa hukum terdakwa Danny Praditya, FX. L. Michael Shah, menegaskan bahwa dana advance payment sebesar 15 juta dolar AS dalam perkara kerja sama antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT. IAE bukan untuk akuisisi, melainkan murni transaksi jual beli gas (PJBG).
Pernyataan ini disampaikan Michael Shah usai sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/11), yang menghadirkan auditor internal PGN, Helmy Setyawan, sebagai saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Dari awal sudah ada kesalahan menurut kami. Hasil audit internal mengasumsikan uang itu untuk akuisisi, padahal jelas-jelas itu advance payment untuk jual beli gas, dan semua dokumen — perjanjian, invoice, laporan keuangan PGN — semuanya sahih dan menunjukkan transaksi jual beli gas. Akhirnya saksi pun mengakui tidak ada satu pun dokumen yang menunjukkan akuisisi,” ujar Michael.
Michael menyebut hasil audit internal yang dijadikan dasar oleh JPU tidak objektif, karena disusun tanpa memanggil atau meminta klarifikasi dari para pengambil keputusan pada saat itu. Ia menilai, dengan kesimpulan yang salah sejak awal, hasil audit tersebut menggiring opini seolah direksi PGN tidak memahami mekanisme akuisisi.
“Auditnya cuma tujuh hari dan tidak melibatkan mantan direksi yang menandatangani transaksi. Seharusnya mereka dipanggil, supaya auditnya objektif. Kalau tidak, hasilnya misleading, Padahal direksi sangat paham proses akuisisi. Justru dengan asumsi yang salah itu, citra mereka jadi dirugikan” katanya
Ia menegaskan bahwa transaksi dengan ISARGAS merupakan keputusan bisnis murni yang didasari kebutuhan PGN untuk menjaga pasokan gas di Jawa Timur dan mempertahankan pelanggan industri juga adanya keputusan advance payment adalah bagian dari strategi pengamanan pasokan dan infrastruktur (supply & market security).
“Forecast 2019 sudah menunjukkan Jawa Timur akan kekurangan gas. Direksi mengambil langkah strategis: menambah pasokan dan mempertahankan konsumen agar tidak pindah ke Pertagas yang menawarkan harga lebih murah, Kalau sampai jaringan gas ISARGAS dikuasai pihak lain, konsumen PGN bisa pindah, dan potensi kehilangan pendapatan bisa mencapai 50 juta dolar per tahun,” jelasnya.
Kuasa hukum juga menepis anggapan adanya kerugian negara. Ia menyoroti pandangan JPU yang menilai dana 15 juta dolar belum kembali sepenuhnya.
“Pipa yang dijadikan jaminan saja nilainya 23 juta dolar. Artinya, kalau itu dikonversi jadi aset PGN, kerugian sudah tertutup. Empat bulan saja bisnis berjalan, nilai kerugian sudah hilang,” jelasnya.
Michael juga menekankan bahwa mitigasi risiko telah diantisipasi melalui jaminan fidusia pipa, parent company guarantee, serta instrumen legal lain.
Sebelumnya dalam persidangan, saksi Helmy selaku auditor internal PGN menguraikan hasil audit yang menyebut adanya kemungkinan dana advance payment digunakan untuk akuisisi ISARGAS. Namun, setelah dicecar pertanyaan oleh tim penasihat hukum, saksi mengakui tidak memiliki dokumen pendukung yang menyatakan demikian.
Majelis hakim juga sempat menyoroti keterbatasan waktu audit yang hanya berlangsung selama tujuh hari dan tidak melibatkan pihak direksi aktif maupun mantan pejabat terkait.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan dari JPU, termasuk rencana pemanggilan mantan Direktur Utama PGN Jobi Triananda Hasjim.
(Red)







