Jakarta, ebcmedia.id – Ketua DPP PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning, dilaporkan Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut berkaitan dengan pernyataan Ribka yang menilai Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai “pembunuh jutaan rakyat” saat mengomentari pemberian gelar pahlawan nasional kepada almarhum.
Koordinator ARAH, Iqbal, mengatakan laporan itu dibuat karena pernyataan Ribka dianggap tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi menyesatkan publik.
“Kami datang ke sini untuk mengadukan pernyataan salah satu politisi dari PDIP, Ibu Ribka Tjiptaning, yang menyebut Pak Soeharto sebagai pembunuh jutaan rakyat. Ini kami nilai sebagai bentuk ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong,” ujar Iqbal di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).
Menurut Iqbal, pernyataan itu tidak selayaknya diucapkan oleh seorang tokoh publik karena bisa memicu perpecahan. Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada putusan pengadilan yang menyatakan Soeharto bersalah atas pembunuhan massal.
“Apakah ada putusan hukum yang menyebut almarhum Soeharto melakukan pembunuhan terhadap jutaan masyarakat? Tidak ada. Kalau dibiarkan, ucapan seperti ini bisa menyesatkan informasi publik,” tegasnya.
Dalam laporannya, ARAH juga menyerahkan sejumlah bukti berupa video dan pemberitaan media yang menampilkan pernyataan Ribka. Organisasi tersebut berharap kepolisian dapat menindaklanjuti laporan sesuai hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Ribka Tjiptaning mengkritik keras keputusan pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Ia menyebut Soeharto tidak layak menerima gelar tersebut karena dianggap memiliki catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Kalau pribadi, saya menolak keras. Apa hebatnya Soeharto sampai dijadikan pahlawan nasional? Ia justru membunuh jutaan rakyat Indonesia,” kata Ribka.
Politisi senior PDIP itu menilai pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto seharusnya ditunda sampai ada pelurusan sejarah terkait masa kelam pelanggaran HAM.
“Udahlah, pelanggar HAM, membunuh jutaan rakyat. Belum ada pelurusan sejarah. Nggak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional,” ujarnya menegaskan.
Sebagai informasi, Presiden ke-2 RI Soeharto resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah dalam upacara di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11). Penetapan ini memicu pro dan kontra di tengah masyarakat, terutama dari pihak yang menilai rekam jejak Soeharto masih menyisakan kontroversi sejarah.
(Ra)








