Jakarta, ebcmedia.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) kredit modal kerja dengan menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif pada salah satu bank BRI. Total kredit yang dicairkan mencapai Rp122 miliar dan kini dinyatakan macet.
Perkembangan perkara disampaikan dalam konferensi pers yang digelar Senin malam (17/11/2025), setelah tim penyidik melakukan pemeriksaan intensif selama dua minggu.
Kepala Kejari Jakarta Pusat, Dr. Antonius Despinola, S.H., M.H., mengatakan bahwa penyidik telah mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan para tersangka.
“Setelah melakukan ekspos, diperoleh dua alat bukti yang cukup untuk kita menetapkan tersangka. Dan dalam perkara ini kita memutuskan untuk menetapkan tiga orang tersangka,” ujar Antonius kepada wartawan.
Tiga Tersangka Ditahan

Para tersangka yang ditetapkan berdasarkan surat perintah penyidikan serta surat penetapan tersangka tersebut adalah:
1. Frengki Hasoloan Sianturi (FHS), Relationship Manager salah satu bank Himbara
2. Maria Lastry Gultom (MLG), Direktur PT Dunia Pangan Gosyen (DPG) dan PT Citra Karya Tobindo (CKT)
3. Li Putri Nazara (LPN), Direktur Utama dan pemohon kredit PT Gosyen Sejahtera Utama (GSU)
Ketiganya langsung ditahan selama 20 hari terhitung 17 November hingga 6 Desember 2025.

– FHS ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Pusat
– MLG dan LPN ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur
Modus: Ajukan Kredit dengan SPK Fiktif dari Tiga Kementerian
Para tersangka diduga mengajukan fasilitas kredit modal kerja dengan melampirkan tiga SPK yang diklaim berasal dari tiga kementerian. Namun, penyidik menemukan bahwa SPK tersebut tidak pernah ada.
“Adapun kasus posisinya adalah bahwa para tersangka telah mengajukan kredit modal kerja dengan mendasarkan kepada beberap kontrak pekerjaan di tiga Kementerian,” ungkap Antonius.
“Dalam pengajuan kredit tersebut, kontrak kerja yang dijadikan sebagai dasar pengajuan kredit adalah kontrak kerja yang diduga kontrak yang fiktif,” sambungnya.
Permohonan kredit tersebut dianalisis oleh FHS tanpa menerapkan prinsip kehati-hatian.
Pengajuan kredit diproses tanpa verifikasi secara detail dan mendalam. FHS langsung menyetujuinya dan meneruskannya kepada pimpinan, sehingga kredit dicairkan Rp122 miliar,” ungkapnya.
Setelah dana cair, MLG memindahkan uang tersebut ke empat rekening perusahaan cangkang yang masih berada di bawah kendali dirinya dan LPN. FHS juga menerima bagian sebesar Rp800 juta.
Dana kredit yang disalurkan sejak 2023 itu kemudian gagal dibayar dan kini masuk status kolektibilitas lima (macet).
Penyidik juga menyita dua mobil sebagai barang bukti, yakni Toyota Fortuner dan Mercedes-Benz.

“Dua unit mobil tersebut dimiliki oleh dua orang swasta, ibu dan anak,” jelas Antonius.
Saat ditanya mengenai identitas bank, Antonius menyebutkan bahwa bank tersebut merupakan Bank Himbara (BRI).
“Bank pemerintahnya, Bank Himbara (BRI),” ujarnya.
Sebagai informasi, para tersangka dijerat dengan pasal berikut:
1. Primair
Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
2. Subsidiair
Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat.
“Nanti perkembangan selanjutnya ya. Nanti kita sebutkan,” pungkas Antonius.
(Ra)









