Ketua LPSK Usul Terpidana Tak Bayar Restitusi Kehilangan Hak sebagai Warga Binaan

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Brigjen Pol (Purn) Achmadi, mendorong agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memuat aturan yang lebih rinci mengenai mekanisme pemberian restitusi kepada korban. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025), Achmadi mengusulkan agar terpidana yang gagal membayar restitusi kehilangan haknya sebagai warga binaan.

“Usulan Pasal 175 mekanisme pemberian restitusi, ayat 7 diubah sebagai berikut, huruf (a) jika harta kekayaan terpidana yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat 5 tidak mencukupi biaya restitusi, terpidana dikenai pidana penjara pengganti tidak melebihi pidana pokoknya, dan/atau huruf (b) tidak berhak mendapatkan haknya sebagai warga binaan,” ujar Achmadi.

Achmadi menilai perubahan tersebut penting agar eksekusi putusan restitusi dapat berjalan optimal. Ia menekankan bahwa pedoman terkait pelaksanaan restitusi telah diatur dalam Pasal 81 sampai 83 KUHP, sehingga revisi KUHAP hanya tinggal mengakomodasi teknis pelaksanaannya.

“Untuk itu dalam menegakkan eksekusi putusan restitusi juga perlu memuat substansi yang dapat mendorong pelaku untuk bisa membayar restitusi, salah satunya melalui pidana pengganti dan hilangnya hak terpidana ketika menjadi warga binaan,” jelasnya.

Tak hanya itu, Achmadi juga menyarankan adanya tambahan dalam Pasal 172 ayat 2 mengenai komponen ganti kerugian. Ia mengusulkan penambahan huruf d yang memuat ganti kerugian lain yang dialami korban akibat tindak pidana.

“Tidak semua komponen ganti kerugian dapat dilihat dari sudut pandang penderitaan yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dialami oleh korban. Namun terdapat komponen lainnya yang juga sering ditemukan menjadi kebutuhan penggantian yang harus dibayarkan oleh pelaku, namun tidak berkaitan langsung dengan peristiwa yang dialami,” ungkapnya

Achmadi mencontohkan komponen itu dapat berupa biaya transportasi dasar, jasa pengacara, hingga biaya lain terkait proses hukum.

“Melainkan implikasi dari proses hukum yang dijalani oleh korban, sebagai contoh penggantian biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia juga mengajukan usulan agar Pasal 173 direvisi untuk mengatur mekanisme pengajuan restitusi. “Pasal 173 pemberitahuan kepada korban terkait restitusi ditambahkan satu ayat, ayat 2 restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh korban keluarga dan atau ahli warisnya kepada pengadilan,” kata Achmadi.

Menurutnya, hal ini akan mempermudah korban dalam memperoleh hak restitusi. “Kejelasan hukum acara restitusi akan dapat memberikan kejelasan bagi korban, untuk memperoleh hak restitusinya, serta menjadi panduan bagi aparat penegak hukum dalam memberikan informasi kepada korban terkait mekanisme restitusi, yang diawali permohonan sehingga KUHAP mendatang juga perlu mencantumkan subjek yang dapat mengajukan permohonan,” pungkasnya.

(Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.