Jakarta, ebcmedia – Pengacara senior Hotman Paris Hutapea mengusulkan adanya penambahan hak bagi kuasa hukum dalam mendampingi klien selama proses hukum. Hal itu ia sampaikan dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).
Dalam rapat tersebut, Hotman mengapresiasi langkah DPR yang memperjuangkan hak tersangka, saksi, maupun terlapor untuk didampingi pengacara sejak awal proses pemeriksaan. Namun, ia menyayangkan masih adanya pembatasan terhadap posisi pengacara selama mendampingi klien.
“Waktu saya melihat Jokowi di-BAP di polda, pengacaranya duduk di belakangnya. Itu sangat menyedihkan, pengacara duduk di belakang punggung daripada yang diperiksa,” ujar Hotman.
Ia berharap aturan tersebut bisa diperjelas dalam RUU KUHAP yang tengah dibahas agar peran pengacara tidak sekadar menjadi pendamping pasif.
“Terima kasih kepada Komisi III yang telah memberikan hak kepada tersangka ataupun terlapor atau saksi untuk didampingi oleh pengacara selama proses pemeriksaan, baik penyelidikan maupun penyidikan. Mudah-mudahan itu tidak berubah,” tambahnya.
Hotman juga mengungkapkan bahwa selama ini pengacara kerap diperlakukan tak layak ketika mendampingi klien, termasuk saat berada di institusi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Selama ini kita antar klien ke KPK, kita disuruh duduk kayak patung di bawah. Pak Jokowi diperiksa pengacaranya duduk di belakang. Itu sangat tidak ada harga diri pengacara,” jelasnya.
Tak hanya soal pendampingan, Hotman juga menyoroti minimnya ruang hukum dalam mengajukan praperadilan. Ia meminta agar hak-hak tersangka yang dilanggar bisa menjadi landasan formal untuk mengajukan gugatan praperadilan.
“Ketentuan praperadilan ini masih terlalu umum hanya sebatas penahanan dan sebagainya. Harusnya ada pasal yang jelas-jelas mengatakan bahwa salah satu alasan untuk mengajukan praperadilan, adalah apabila hak tersangka, saksi sesuai dengan perundang-undangan dilanggar, dan pelanggaran HAM, berhak mengajukan praperadilan. Itu akan sangat membantu untuk rakyat miskin terutama,” ucapnya.
Lebih jauh, Hotman mempertanyakan alasan aparat penegak hukum masih melakukan penyelidikan sebelum masuk ke tahap penyidikan. Ia membandingkan proses hukum pidana dengan perkara perdata, dan mengusulkan agar pengacara juga diberikan akses untuk hadir dalam setiap proses gelar perkara.
“Sebaiknya dalam semua gelar perkara, dalam rekonstruksi, dalam autopsi, semuanya, pengacara dikasih hak untuk ikut dengan atau bantuan profesional itu akan lebih fair, terutama saat gelar perkara itu sangat perlu,” pungkas Hotman.
(Ra)