Jakarta, ebcmedia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali informasi mendalam terkait dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Salah satu tersangka dari pihak swasta, Suhendrik (S), telah diperiksa oleh penyidik KPK guna menelusuri lebih lanjut aliran dana mencurigakan yang berasal dari selisih anggaran iklan.
Menurut juru bicara KPK, Budi Prasetyo, penyidik memfokuskan perhatian pada dana yang dikembalikan oleh pihak agency kepada Divisi Corporate Secretary (Corsec) Bank BJB. Dana tersebut diduga menjadi bagian dari pos nonbujeter yang tidak tercatat dalam anggaran resmi.
“Didalami terkait dengan aliran-aliran uang dari pihak swasta atau pihak penyedianya kepada Corsec, divisi Corsec di BJB,” ujar Budi kepada wartawan, Senin (28/7/2025).
Ia menambahkan bahwa lembaganya juga tengah menyelidiki bagaimana dana nonbujeter itu dikelola serta regulasi internal yang mengatur penggunaannya.
“Termasuk juga bagaimana pengelolaan dana nonbujeter di BJB juga didalami, bagaimana regulasinya, ketentuan mekanisme dalam pengaturan dana non-bujeter, lanjutnya.
KPK menduga selisih dana dari proyek pengadaan iklan itu sengaja dikembalikan oleh agency dan kemudian digunakan di luar mekanisme anggaran resmi. Pendalaman dilakukan mulai dari tujuan penggunaan dana tersebut hingga kemungkinan adanya aliran ke pihak-pihak lain.
“Semuanya itu didalami,” tegas Budi.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi; Kepala Divisi Corporate Secretary Bank BJB, Widi Hartono (WH); serta tiga pihak swasta yaitu Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan Sophan Jaya Kusuma (RSJK).
Kelimanya diduga terlibat dalam praktik korupsi yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 222 miliar. Dana tersebut diyakini digunakan untuk memenuhi kebutuhan nonbujeter Bank BJB.
Meski belum ada penahanan terhadap para tersangka, KPK telah mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Masa pencegahan berlaku enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan perkembangan penyidikan.
(Red)