Jakarta, ebcmedia.id – Presiden RI Prabowo Subianto dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (23/9/2025), menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 sesuai Persetujuan Paris. Ia bahkan optimistis target itu bisa dicapai lebih cepat melalui strategi reforestasi, penciptaan lapangan kerja hijau, dan transisi menuju energi bersih.
“Mulai tahun depan, sebagian besar kapasitas listrik tambahan akan berasal dari energi terbarukan. Indonesia juga siap menjadi pusat solusi untuk pangan, energi, dan ketahanan air,” kata Prabowo dalam pidatonya.
Namun, Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai optimisme Presiden harus tercermin dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang sedang disusun untuk periode 2031–2035. Menurut IESR, target penurunan emisi dalam rancangan SNDC masih kurang ambisius jika dibandingkan dengan Enhanced NDC (ENDC) sebelumnya.
“Pemerintah perlu meningkatkan upaya penurunan emisi di sektor energi, alih-alih terlalu bergantung pada sektor kehutanan dan lahan,” tegas Fabby Tumiwa, CEO IESR, Rabu (24/9/2025). Ia menambahkan bauran energi terbarukan harus mencapai 40–45 persen di 2030 dan 55 persen di 2035 agar sejalan dengan jalur 1,5°C.
Fabby juga menyoroti arahan Presiden soal pembangunan 100 GW PLTS dan baterai, namun belum ada kejelasan implementasi.
“Selain menambah kapasitas energi terbarukan, pemerintah perlu merencanakan pensiun PLTU batu bara serta mereformasi subsidi bahan bakar agar tercipta lapangan tanding yang setara bagi energi terbarukan,” ujarnya.
Sementara itu, Delima Ramadhani, Koordinator Kebijakan Iklim IESR, mengingatkan agar penyusunan SNDC memanfaatkan hasil Global Stocktake (GST) pertama di COP28 sebagai kerangka peningkatan ambisi.
“GST adalah komponen penting dalam siklus peningkatan target iklim. Indonesia seharusnya menjadikannya acuan untuk memperkuat strategi transisi energi nasional,” kata Delima.
IESR merekomendasikan agar Indonesia menetapkan puncak emisi pada 2030 dan mencapai NZE sebelum 2050, mempensiunkan PLTU tua sebesar 9 GW hingga 2035, serta mempercepat reformasi subsidi bahan bakar fosil. Selain itu, efisiensi energi di sektor industri dan bangunan serta komitmen pada Global Methane Pledge dinilai penting untuk memperkuat kredibilitas iklim Indonesia di mata dunia.
“Ambisi ini harus tercakup dalam SNDC agar selaras dengan komitmen yang disampaikan Presiden di forum internasional. Indonesia tidak boleh melewatkan kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinannya dalam aksi iklim global,” tutup Fabby.
(Dhii)