Jakarta, ebcmedia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan temuan mencengangkan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Gubernur Riau, Abdul Wahid. Dalam kasus dugaan pemerasan yang tengah diselidiki, penyidik menemukan adanya praktik “jatah preman” yang diduga menjadi modus pengumpulan dana ilegal.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa praktik tersebut merupakan salah satu cara bagi kepala daerah untuk mendapatkan bagian dari proyek tertentu di lingkungan pemerintah daerah.
“Kemudian ada semacam japrem atau jatah preman sekian persen begitu untuk kepala daerah. Itu modus-modusnya,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025).
Budi menyebut, pembagian jatah itu telah ditetapkan dalam persentase tertentu dan menjadi pola korupsi yang sering ditemui dalam kasus serupa. Namun, detail lebih lanjut mengenai perkara ini akan dijabarkan setelah pemeriksaan awal selesai dilakukan.
“Itu nanti detail ya, masuk ke materi perkara. Besok kami jelaskan saat konferensi pers,” tambahnya.
Kasus dugaan pemerasan ini disebut berkaitan dengan pengelolaan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau. Saat ini, penyidik tengah memeriksa sejumlah pihak yang diduga terlibat.
“Yang pasti, dugaan tindak pidana korupsi dan dugaan pemerasan ini terkait dengan anggaran di Dinas PUPR,” kata Budi.
Dalam OTT yang dilakukan pada Senin (3/11), KPK mengamankan sepuluh orang termasuk Gubernur Abdul Wahid. Tim penyidik juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang dengan total sekitar Rp1,6 miliar.
“Tim juga mengamankan barang bukti, di antaranya sejumlah uang dalam bentuk rupiah, dolar Amerika, dan juga pound sterling, yang total kalau dirupiahkan sekitar Rp1,6 miliar,” ujar Budi.
“(Pecahan dolar dan pound sterling diamankan) di salah satu rumah milik saudara AW,” imbuhnya.
KPK menyatakan penetapan tersangka dalam kasus ini akan diumumkan hari ini setelah seluruh proses pemeriksaan awal rampung.
(Red)






