Penuntut Umum Tepis Eksepsi Terdakwa Glen, Ofan, dan Windu

oleh
oleh
Aktivitas pertambangan nikel di Blok Mandiodo
banner 468x60

Jakarta,ebcmedia-Penuntut umum menepis eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum dari terdakwa Glen Ario Sudarto, Ofan Sofwan, Windu Aji Sutanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi  tambang ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kerugian negara atas kasus ini diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar lanjutan persidangan kasus dugaan korupsi tambang ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) Nomor PDS-06/Pidsus-TPK/2023 PN Jakarta Pusat, pada Rabu (20/12/2023). Agenda sidang kali ini pembacaan tanggapan penuntut umum atas eksepsi yang telah disampaikan tim penasihat hukum dari terdakwa Glen Ario Sudarto, Ofan Sofwan, dan Windu Aji Sutanto.

Tanggapan penuntut umum terdiri dari tiga bab, masing-masing Bab Pendahuluan, Bab Ruang Lingkup Keberatan Berdasarkan KUHAP, dan Bab Pokok-Pokok Materi Dakwaan. Dari Bab Pokok-Pokok Materi Dakwaan, penuntut umum menyatakan menolak semua eksepsi tersebut. Di antaranya, eksepsi mengenai kewenangan mengadili berdasarkan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti).

Penuntut umum berpandangan tim penasihat hukum para terdakwa telah mengeyampingkan uraian fakta-fakta hukum yang telah disusun penuntut umum secara sistematis dalam surat dakwaan. Penuntut umum berpendapat uraian dakwaan secara utuh menggambarkan bagaimana tindak pidana dilakukan oleh para terdakwa, yang dimulai dari perencanaan.

Diungkapkan, perencanaan tindak pidana mulai dilakukan di kantor PT Lawu Agung Mining beralamat di Gedung Lawu Tower di Jalan Gajah Mada No.27 A, Jakarta Barat. Dalam dakwaan telah diuraikan bagaimana penjajakan dan perencanaan yang dilakukan para terdakwa dengan pihak PT Antam Tbk hingga melahirkan perjanjian kerahasiaan.

Selain itu, penuntut umum mengutarakan, dalam surat dakwaan telah digambarkan bagaimana tindak pidana dilakukan di kantor PT Lawu Agung Mining dapat dilihat dari fakta bahwa hasil penjualan ore nikel yang berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo sebagai hasil tindak pidana dikirimkan ke beberapa rekening bank ke pihak lain. Di antaranya ditransfer ke Supriyono dan Airlangga Pratama. Keduanya adalah karyawan office boy yang berkerja di Gedung Lawu Tower.

“Sesungguhnya pembuktian tindak pidana tersebut mulai dari perencanaan benar dilakukan dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kemudian, baru akan diketahui pada saat saksi-saksi. Bahkan para terdakwa sendiri memberikan keterangan pada pemerikasaan pokok perkara,” kata penuntut umum.

Karena itu, penutut umum menegaskan tidak ada keraguan untuk menyidangkan para terdakwa pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Maka, eksepsi terkait hal ini tidak akan ditanggapi lebih lanjut. Mereka memohon majelis hakim agar mengeyampingkan alasan eksepsi tersebut.

Sementara eksepsi mengenai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang mengadili perkara ini kaitannya dengan Undang-Undang Minerba. Sebagaimana diketahui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam eksepsinya, tim penasihat hukum para terdakwa berpendapat bahwa perkara hukum ini merupakan pelanggaran di bidang pertambangan, sehingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang mengadili perkara ini.

Menanggapi eksepsi tersebut, penuntut umum berpendapat bahwa pertambangan hanya merupakan instrumen modus operandi dari ranah perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa. Diutarakan, modusnya sama dengan modus-modus perkara korupsi yang dilakukan di pasar modal, bidang perkebunan, bidang impor tekstil, bidang impor, serta lainnya, yang telah diuji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan telah memperoleh keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

“Untuk mengetahui bagaimana modus tersebut dilakukan sehingga berada dalam ranah tindak pidana korupsi baru dapat dibuktikan pada pemeriksaan pokok perkara. Karena itu, eksepsi terkait hal ini tidak akan kami tanggapi lebih lanjut, dan memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar alasan eksepsi tersebut dikesampingkan,” papar penuntut umum.

Begitu pun materi eksepsi lainnya yang telah disampaikan tim penasihat hukum dari para terdakwa, semuanya ditepis penuntut umum.

Setelah mendengarkan pemaparan tanggapan penuntut umum atas eksepsi tersebut, majelis hakim mengambil keputusan berdasarkan ketentuan Pasal 156 KUHAP. Keputusannya, tidak ada lagi jawab menjawab dari penasihat hukum maupun penuntut umum. Karena, kedua belah pihak telah diberikan waktu untuk menyampaikan eksepsi dan tanggapan.

Terdakwa Diadili Terpisah

Dalam perkara ini, ikut menyeret beberapa pejabat di Kementerian ESDM menjadi terdakwa. Mereka adalah mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dan mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Dirjen Minerba Sugeng Mujiyanto.

Jaksa mendakwa Ridwan Djamaluddin dan Sugeng Mujiyanto bersama-sama dengan terdakwa lain (dalam berkas terpisah), yaitu Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Yuli Bintoro, Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral Henry Julianto, Evaluator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Eric Viktor Tambunan, Pelaksana Lapangan PT. Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Direktur PT. Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Pemegang Saham/pemilik PT. Lawu Agung Mining Windu Aji Sutanto, telah melakukan tindak pidana korupsi.

Terpisah, Kajati Sultra Patris Yusrian Jaya mengatakan sebanyak delapan orang terdakwa tersebut disidangkan di PN Tipikor Jakarta. Sedangkan empat terdakwa lainnya, yaitu Direktur PT Kabaena Kromit Prathama Andi Adriansyah alias Iyan, Direktur PT Tristaco Mineral Makmur Rudy Hariyadi Tjandra, Hendra Wijayanto selaku General Manager PT Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara, Agussalim Madjid selaku Kuasa Direksi PT Cinta Jaya disidangkan di Pengadilan Tipikor Kendari sesuai locus delicti.

Jaksa menyebut Ridwan berperan membuat kebijakan terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun. (Herkis/Syarif)

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.