Jakarta,ebcmedia–Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) meminta Ketua Umum (Ketum) PWI Hendry Ch Bangun tidak berkelit dan menaati keputusan tentang sanksi dan tindakan organisatoris terhadap dirinya dan tiga pengurus lainnya.
Ketua DK PWI PWI Sasongko Tedjo mengemukakan hal itu menanggapi pernyataan Hendry Ch Bangun dalam wawancara yang dipublikasikan di media. Tanggapan ini telah dibahas dalam rapat, Rabu (24/4/2024), yang melibatkan Wakil Ketua DK Uni Lubis, Sekretaris DK Nurcholis MA Basyari, dan para anggota DK, yakni Asro Kamal Rokan, Akhmad Munir, Fathurrahman, Diapari Sibatangkayu Harahap, dan Helmi Burman.
“DK telah mengeluarkan empat surat keputusan tentang Sanksi Organisatoris terhadap Saudara Hendry Ch Bangun dan tiga pengurus lainnya. Pada intinya, sanksi itu berupa peringatan keras kepada mereka dan wajib mempertanggungjawabkan semua dana bantuan CSR BUMN lewat Forum Humas BUMN untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI itu sesuai peruntukannya,” kata Sasongko melalui siaran pers yang diterima ebcmedia, Kamis (25/4/2024).
Sasongko memaparkan ketiga pengurus harian PWI Pusat dimaksud ialah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sayid Iskandarsyah, Wakil Bendahara Umum (Wabendum) M Ihsan, dan Direktur UMKM PWI Syarif Hidayatullah.
Menurut Sasongko, selain menjatuhkan sanksi peringatan keras, DK juga merekomendasikan agar ketum segera memberhentikan sekjen, wabendum, dan direktur UMKM dari kepengurusan PWI 2023-2028, karena mereka bertanggung jawab atas proses pencairan dana bantuan CSR BUMN lewat Forum Humas BUMN untuk keperluan di luar penyelenggaraan UKW PWI.
Dia mengingatkan DK adalah satu-satunya institusi PWI yang berwenang menetapkan ada tidaknya pelanggaran terhadap Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Kode Perilaku Wartawan (KPW). Selain itu, sesuai dengan PRT PWI Pasal 21 ayat 2), “Keputusan Dewan Kehormatan bersifat final.“
Sebelumnya, dalam wawancara yang dipublikasikan media situs berita (siber), Hendry antara lain menyatakan sanksi DK itu mengandung banyak cacat dan tidak sesuai fakta. Hendry juga mengatakan ketiga orang yang dijatuhi sanksi tersebut tidak pernah diperiksa atau dikonfirmasi sama sekali oleh DK PWI.
“Sesuai dengan PD-PRT, DK telah mengundang mereka untuk memberikan klarifikasi. Sangat disayangkan mereka tidak hadir. Sekjen memang hadir, namun tidak memberikan klarifikasi. Karena itu, kami menilai mereka tidak menggunakan hak mereka untuk memberikan klarifikasi. Selain itu, Ketua Umum menyatakan dia yang bertanggung jawab,” papar Sasongko.
DK PWI telah menjatuhkan sanksi atas penyalahgunaan pemanfaatan dana UKW, yang menurut pengakuan Ketum PWI ternyata ada yang diperuntukkan sebagai cashback dan fee marketing. DK menegaskan bahwa seharusnya tidak ada cashback, fee atau potongan apa pun karena dana bantuan CSR lewat Forum Humas BUMN untuk UKW PWI itu langsung perintah Presiden ke Menteri BUMN saat pengurus PWI bertemu dengan Presiden di Istana Negara pada 7 November 2023.
DK memberikan tenggat waktu hingga 30 hari kepada Ketua Umum PWI dan tiga pengurus lain yang mendapatkan sanksi tersebut untuk mematuhi sanksi dan memenuhi kewajiban yang tercantum dalam surat keputusan DK PWI itu. Jika dalam tenggat waktu tersebut mereka tidak dapat memenuhi kewajiban itu, DK PWI akan memutuskan sanksi lebih berat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PD, PRT, KEJ, dan KPW.
Kepatuhan menjalani sanksi DK diharapkan dapat memulihkan kembali integritas PWI dan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi profesi terbesar dan tertua ini.
Kronologi Dugaan Korupsi
Desas-desus dugaan korupsi yang dilakukan oleh para oknum Pengurus PWI sudah mencuat ke publik, khususnya di kalangan insan pers.
Pemimpin Redaksi Harian Koran Jakarta, Mathen Selamet Susanto, yang merupakan Bendahara Umum PWI telah menyampaikan kronologi peristiwa dugaan korupsi dana hibah dari BUMN ke PWI tersebut ke publik.
Kronologi Peristiwa:
– Desas-desus cash back BUMN sudah merebak di beberapa kalangan pengurus PWI sebelum peringatan HPN 20 Februari 2024.
– Kabar ini saya redam dulu hingga peringatan HPN pada 20 Februari 2024 usai. Saya sebagai Ketua Pelaksana HPN tentu harus konsentrasi ke HPN agar acara berjalan lancar.
– Selesai HPN, saya yang juga Bendahara Umum PWI wajib cari tahu kebenaran kabar desas-desus cash back tersebut. Bagaimana bisa saya sebagai Bendahara Umum PWI tidak mengetahui (kalau benar) ada dana keluar dalam jumlah besar.
– Saya tanya kepada Staf Sekretariat PWI bagian Keuangan, Lia. Menurut Lia, dari Rp 6 miliar dana BUMN tersebut sudah masuk ke rekening PWI sebesar 3,6 M. Rinciannya pada akhir Desember 1,3 M dan 500 juta, kemudian pada 12 Februari masuk 1,8 M.
– Masih menurut Lia, dari Rp 3,6 M dana yang sudah masuk itu, sudah keluar dari rekening PWI sebagai cash back sebesar Rp 540 juta pada akhir Desember, dan Rp 540 juta pada 13 Februari. Ada juga fee kepada yang dianggap berjasa disetujuinya bantuan BUMN tersebut (Syarif) sebesar Rp 691 juta (19 persen dari dana masuk). Total dana yang keluar Rp 1,771 M atau sekitar 49 persen dari 3,6 M.
– 29 Februari 2024 saya menerima undangan dari sekjen untuk hadir di Rapat Internal PWI yang akan berlangsung pada 5 Maret 2024
– 5 Maret 2024 saya hadir di rapat internal. Meski di undangan yang saya terima hanya mengundang pengurus harian, ternyata hadir juga dari DK (Pak Sasongko dan Bu Uni), dari Dewan Penasihat (Bang Ilham dan Bang Timbo).
– Rapat membahas apa benar ada cash back kepada oknum BUMN.
– Saat diberikan kesempatan berbicara, saya menjelaskan bahwa sebagai bendahara umum saya tidak tahu sama sekali ada uang keluar sebesar itu dari rekening PWI.
– Untuk cash back Rp 540 juta pada akhir Desember 2023 bisa jadi saya tidak tahu karena saya sedang berada di luar negeri.
– Namun untuk cash back Rp 540 juta pada 13 Februari saya ada di Jakarta, hampir tiap hari saya ke kantor PWI karena persiapan HPN. Tetapi kenapa saya tidak diberi tahu ada dana keluar dari rekening PWI sebesar itu.
– Saya juga menjelaskan soal fee kepada yang dianggap berjasa menggolkan bantuan BUMN untuk UKW. Fee sebesar 19 persen itu di luar ketentuan. Saya mulanya membuat peraturan fee bagi siapa saja yang berhasil menggolkan sponsorship untuk PWI sebesar 10 persen. Tapi saat diminta ketemu ketum untuk membicarakan fee sponsorship BUMN saya tidak bisa hadir. Saya wakilkan kepada wakil bendahara umum, dan disepakati fee sebesar 15 persen. Tapi fee yang diterima Syarif ternyata 19 persen dari gross uang masuk.
– Setelah rapat 5 Maret saya cari tahu lagi ke Lia, siapa yang tanda tangan cheque dana cash back tersebut?
– Cash back akhir Desember yang tanda-tangan cheque Sekjen (Sayid Iskandarsyah) dan Wakil Bendahara Umum (M Ihsan).
– Koq bisa wakil bendahara umum tanda tangan cheque. Bukankah dalam Peraturan Rumah Tangga PWI Pasal 12, ayat 14 tentang Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Bendahara Umum pada huruf C disebutkan: “Bersama Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani cheque dan surat-surat berharga lainnya.
– Cash back 13 Februari, cheque ditandatangani ketum dan sekjen.
– Setelah menerima penjelasan dari Lia tentang siapa yang menandatangani cheque, saya menelpon Wakil Bendum. Saya tanya, kenapa ada dana keluar dari PWI sebesar itu, bendahara umum koq tidak tahu? Wakil Bendum tidak menjawab.
– Wakil Bendum malah menawari saya untuk menggunakan orang yang bisa membuat laporan keuangan beres. Saya saat itu setuju saja.
– 6 Maret 2024. Setelah saya pertimbangkan secara matang, tawaran Wakil Bendum untuk menggunakan orang yang bisa membuat laporan keuangan beres, saya tolak. Saya dibilang tidak konsisten. Saya jawab, untuk hal ini saya harus tidak konsisten.
– Antara 6 dan 14 Maret, persisnya kapan saya lupa. Saya tanya Lia, siapa yang mencairkan cheque untuk cash back? Untuk akhir Desember, pencairan dilakukan Yudi, Staf Sekretariat PWI. Yang kedua 13 Februari pun oleh Yudi.
– Lantas siapa yang mengantar uang tersebut ke orang BUMN, Lia gak tahu persis, tapi ada tanda terimanya. Yang Rp 540 pertama, penerimanya dengan tanda tangan huruf awal G. Penerima Rp 540 juta yang kedua, tanda tangan penerima tertulis Sekjen.
– Dimana tanda terima tersebut? Dijawab Lia, diminta Pak Ihsan.
– 14 Maret 2024, saya bertanya via telepon ke Wakil Bendum, di mana tanda terima cash back? Dia jawab, saya simpan. Kenapa Pak Ihsan simpan, koq bukan di Lia saja. Dia jawab, tanya Ketum saja.
– 18 Maret 2024, Lia memberi tahu saya kalau uang dari BUMN sudah masuk lagi Rp 1bM. Jadi total dana yang sudah masuk Rp 4,6M.
– 26 Maret 2024, pada hari yang sama dengan buka puasa dan malam apresiasi kepada para sponsor HPN di Hall Dewan Pers, DK mengadakan rapat di Kantor Pusat Lantai IV Gedung Dewan Pers. Saya diundang di rapat DK. Dari DK yang tidak hadir hanya Iskandar. Saya kembali jelaskan keterangan yang saya peroleh dari Lia sepeti yang sudah saya tulis di atas.
– 3 April 2024. Saya ketemu Yudi di depan Musholla Dewan Pers. Saya tanya, setelah uang Rp 540 juta kamu ambil dari bank, kamu bawa ke mana uangnya? Dia jawab, yang pertama (akhir Desember) dia bawa ke kantor dan diserahkan ke Sekjen. Kemudian sekjen bersama Syarif Hidayatulloh, dan Riza (Humas) mengantar uang tersebut. Yang Rp 540 juta yang kedua juga sama, dibawa ke kantor dan diserahkan ke Sekjen. (Fathul)