Kemenkes Kerja Sama dengan UNDP dan WHO Bangun Sistem Kesehatan untuk Hadapi Perubahan Iklim

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta,ebcmedia-Kementerian Kesehatan Indonesia bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF), sebuah program investasi iklim global.

Mengakui ancaman signifikan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin, berkomitmen untuk mendukung proyek dalam menghadapi perubahan iklim ini.

“Kementerian Kesehatan akan berkomitmen untuk mendukung energi dan sumber daya yang diperlukan untuk memimpin proyek ini. Untuk mencapai hasil yang diharapkan bersama, kerja sama yang luas dari berbagai kementerian akan diperlukan,” kata Budi di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada Senin (29/4/2024).

Proyek global GCF telah mencakup 17 negara. Proyek yang dibangun di Indonesia ini akan dirancang untuk meningkatkan ketahanan iklim layanan kesehatan melalui solusi adaptasi dan mitigasi iklim.

Officer in Charge of UNDP Indonesia, Sujala Pant mengatakan, program yang akan dijalankan di Indonesia akan berfokus pada ketahanan perubahan iklim dan becana alam.

“Di dalam sistem UN, UNDP memiliki portofolio program iklim yang paling besar, dengan dukungan terhadap aksi iklim di hampir 150 negara berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, 72% dari program kami di Indonesia juga berfokus pada ketahanan perubahan iklim dan bencana alam. Kami percaya bahwa perubahan iklim merupakan isu yang saling terkait, sehingga kami telah mengintegrasikannya di hampir seluruh area yang kami kerjakan,” ujarnya.

Diketahui bahwa perubahan iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, sangat mempengaruhi dinamika penyebaran penyakit. Perubahan pola iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan ketersediaan air, menyebabkan kelangkaan dan peningkatan penyakit terkait air dan makanan seperti gizi buruk dan diare.

Sebagai contoh, penurunan curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96% dan kasus diare sebesar 19%. Lebih lanjut, suhu yang lebih tinggi dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66%.

Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar 21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan.

Laporan Bank Dunia menyatakan bahwa dampak perubahan iklim pada sektor air dapat menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3% pada tahun 2045. Jika dibiarkan tanpa pengawasan, perubahan iklim juga akan memengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan masa depan, menjadi beban bagi sistem kesehatan, dan menghambat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan cakupan kesehatan universal.

Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang luas dengan pemangku kepentingan utama, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dari pemilihan lokasi hingga sinkronisasi tujuan proyek dengan strategi pembangunan nasional Indonesia yang menyeluruh. Selain itu, proyek ini akan melibatkan Kementerian Keuangan, yang bertindak sebagai otoritas nasional yang ditunjuk untuk Dana Iklim Hijau. Mereka akan menyetujui No Objection Letter (NOL) untuk proposal proyek GCF yang spesifik untuk negara dari Indonesia. (Dian)

No More Posts Available.

No more pages to load.