Amnesty: Pasal 47 UU TNI Dilanggar Pemerintah, DPR Justru Membenarkan!

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, menyoroti pelanggaran Pasal 47 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 oleh pemerintah, yang mengatur mengenai prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil, dengan menempatkan perwira aktif di berbagai kementerian atau lembaga negara.

Menurutnya, hal ini bertentangan dengan aturan yang hanya mengizinkan TNI aktif, menempati pos tertentu yang berkaitan dengan fungsi pertahanan. Ia juga menyebut, peran Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, yang menurutnya justru mendukung pelanggaran tersebut.

“Dengan penempatan TNI aktif di berbagai Kementerian, maka sebenarnya pasal 47 (UU TNI) sangat dilanggar oleh pemerintah. Nah sayangnya, pengawas untuk menyatakan terjadi pelanggaran dalam hal ini DPR, justru ikut-ikutan membenarkannya,” ujar Usman pada diskusi media di Kedai Tempo, Jakarta Timur, Rabu (19/2/2025).

Usman pun mengkritisi, kemungkinan penghapusan Pasal 47 dalam revisi UU TNI mendatang. “Jangan-jangan nanti pasal 47 dihapuskan sama sekali, karena sudah tidak ada lagi pengecualian. Padahal, pasal ini mengakui bahwa TNI aktif memang tidak boleh menduduki jabatan sipil, kecuali jika sudah pensiun,” jelas Direktur Eksekutif Amnesty International itu.

Lebih lanjut, Usman menyinggung, masalah bisnis TNI yang masih berjalan meskipun sudah dilarang. Menurutnya, isu yang diangkat soal prajurit bawah atau bintara yang dilarang berbisnis, hanya dijadikan tameng untuk menutupi bisnis besar yang dilakukan perwira tinggi.

“Ada kesan bahwa yang dipersoalkan ini seolah-olah prajurit bintara yang tidak boleh buka warung. Padahal, bisnis-bisnis besar justru ada di level atas, seperti yang melibatkan BUMN atau penguasaan SPBU oleh oknum TNI,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Usman juga mengkritisi, kondisi TNI yang lebih sibuk mengurusi kepentingan dalam negeri, daripada fokus pada pertahanan negara.

“Tentara kita gak mungkin bisa diharapkan menjaga Natuna, Selat Malaka, atau Laut Cina Selatan. Karena sibuk mengurusi dalam negeri, sibuk mengurusi ekonomi, bisnis dan sibuk mengurusi ancaman-ancaman yang mereka persepsikan muncul dari dalam negeri,” kata dia.

Ia menilai, kondisi ini merupakan bentuk ‘pembangunan tembok impunitas’ yang bertujuan melindungi elite politik dan militer, dari pertanggungjawaban hukum di masa depan.

“Jadi saya kira yang sekarang ini terjadi adalah ‘pembangunan tembok impunitas’. Tembok yang akan melindungi mereka Dari pertanggung jawaban dan penghubungan di kemudian hari. Jadi saya kira ini harus dihentikan,” pungkas Usman.

Diskusi media ini diselenggarakan oleh Nurani 98 dan Strategi Institute yang bertajuk ‘Kala Polisi dan Militer Kembali ke Politik’.

Turut hadir sebagai narasumber, Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, Pengamat Politik Ray Rangkuti, Pengamat Kebijakan Publik Ubedillah Badrun, dan Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Jane Rosalina Rumpia.

No More Posts Available.

No more pages to load.