Heru Hanindyo Bantah Menerima Suap atas Perkara Vonis Bebas Ronal Tannur

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Heru Hanindyo, Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi salah satu terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi vonis bebas kasus Gregorius Ronald Tanur, menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dan tidak menerima uang terkait dugaan suap di PN Surabaya tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Heru dalam sidang lanjutan pembacaan duplik atas replik jaksa penuntut umum (JPU) yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/5/2025).

Heru mengajukan sekaligus membacakan dupliknya yang secara tegas membantah atas tuduhan yang telah dilimpahkan kepadanya juga locus dan tempus delicti yang telah di sebutkan oleh terdakwa yang lain dalam kesaksian persidangan sebelumnya tidak sesuai dengan keberadaan Heru pada saat itu.

“Bantahan atau keberatan saya di muka persidangan seharusnya terhadap keterangan Erintuah Damanik dan Mangapul adalah suatu keadaan yang sebenar-benarnya saya alami dan rasakan berdasarkan pancaindra yang saya miliki, dan Keberadaan saya pada tempus yang disebutkan Erintuah Damanik dan Mangapul sejatinya saya tidak berada di tempat sebagaimana dimaksud, in casu di ruangan kerja dan area PN Surabaya pada saat hari Senin tanggal 3 Juni 2024 dan Senin 17 Juni 2024.” Jelas Heru pada sidang, Senin.

Ditemui usai sidang, Basuki selaku Kuasa hukum Heru Hanindyo pun menyatakan bahwa membantah semua tuduhan yang dibacakan dalam replik JPU karena selama sidang berlangsung belum ada satupun bukti nyata yang menyebutkan bahwa Heru Hanindyo menerima uang dari Lisa Rachmat secara langsung ataupun tidak langsung.

“Hari ini agenda nya duplik ya, selama proses persidangan bahwa tidak ada satupun bukti bahwa klien kami menerima uang dari lisa rahmat secara langsung ataupun tidak langsung, tidak ada bukti ataupun saksi satupun seperti yang dikatakan oleh bapak Erintuah Damanik, hal ini juga tidak dibarengi dengan bukti-bukti nyata JPU di dalam persidangan.”jelasnya.

Juga dalam keterangannya menyebut memiliki bukti bahwa Erintuah memberikan keterangan yang tidak benar terkait keberadaannya pada hari Sabtu, 1 Juni 2024. Pasalnya, tanggal tersebut, Erintuah berada di Surabaya untuk mengikuti upacaya. Hal ini berbeda dengan keterangan Erintuah yang mengaku bertemu dengan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat di Semarang.

“Faktanya bahwa di tgl 1 bulan Juni 2024 menyampaikan Erintuah bertemu oleh Lisa Rahmat di gerai Dunkin Dounat bandara Ahmad Yani Semarang itu telah terbantahkan karena ditanggal yang sama semua pegawai yang ada di PN Surabaya sedang melakukan Upacara yaitu upacara tepat tanggal 1 juni hari lahirnya pancasila, kemudian di tanggal 3 disampaikan oleh pak Erintuah juga bahwa tanggal 3 menyampaikan kaporan oleh pak Mangapul dan Pak Heru di ruangan Pak Mangapul itupun telah terbantahkan, karena pak Heru tidak ada di tempat tapi sedang ada di Jakarta melakukan pengobatan giginya yaitu harus dioperasi juga di tanggal 17 nya itupun juga terbantahkan karena pada tgl itu pak Heru sedang di Bali ada silahturahmi keluarga dan hari itu bertepatan dengan idul adha, jadi yang didalilkan oleh JPU dalam dakwaan juga tuntutan tidak dapat dibuktikan secara nyata dalam persidangan ini.”tegasnya

Asas In Dubio Pro Reo jika Dalam keragu-raguan hakim akan menggunakan hukuman yang paling meringankan bagi terdakwa, asas inilah yang digunakan oleh Heru Hanindyo dalam memberikan pertimbangan Hakim Ketua untuk memutus perkara kasus Ronald Tannur. Karena sesuai fakta persidangan perkara tersebut tidak ditemukan bukti bahwa adanya pembunuhan korban.

“Dalam proses persidangan, saya secara langsung bertanya kepada pak Erintuah Damanik, apakah kasus Ronald Tannur itu diputus itu dasarnya ada tekanan, dasarnya ada uang atau fakta persidangan, dengan jelas pak Erintuah Damanik menyampaikan bahwa diputus itu dasarnya adalah fakta persidangan, yang didalamnya tidak bukti kekerasan hingga kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya korban, kemudian Pak Heru saat itu ragu-ragu ya In Dubio Pro Reo maka dengan adanya itu maka sikap terbaik yang diambil adalah sikap yang menguntungkan bagi terdakwa, sehingga ketiga hakim menyatakan Ronald Tannur bebas bukan karena ada uang tapi memang karena fakta persidangan bahkan pak Heru berulang kali menyampaikan untuk menghadirkan dokter, hadirkan cctv tapi todak dihadirkan oleh JPU di PN Surabaya waktu lalu.”pungkasnya

Diketahui, Heru Hanindyo dijatuhi tuntutan selama 12 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai Heru terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Heru merupakan satu dari tiga terdakwa yang diduga menerima suap sebesar Rp4,67 miliar serta gratifikasi dalam bentuk mata uang rupiah, dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi, dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur pada 2024. Dua terdakwa lainnya adalah Erintuah Damanik dan Mangapul.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.