Biaya Operasional Naik Drastis, Pemerintah Evaluasi Tarif Tiket Pesawat

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah mengevaluasi struktur tarif angkutan udara domestik menyusul lonjakan signifikan komponen biaya operasional maskapai dibandingkan tahun 2019.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama peningkatan biaya tersebut adalah melonjaknya biaya maintenance repair overhaul (MRO), yang naik hampir tiga kali lipat. Pada 2019, porsi biaya MRO hanya sebesar 7,3% dari total biaya operasional, kini mencapai 20,14%.

Selain MRO, biaya bahan bakar (avtur) juga mengalami kenaikan dari 27,7% menjadi 28,3%, sementara biaya penyusutan naik dari 3,5% menjadi 5,44%. Namun, beberapa komponen mengalami penurunan, seperti sewa pesawat dari 22,9% menjadi 12,19% dan biaya umum serta organisasi dari 12% menjadi 8,76%.

“Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sedang mengevaluasi pemetaan tarif angkutan udara dengan mempertimbangkan perubahan signifikan komponen biaya, terutama untuk reaktivasi pesawat pascapandemi COVID-19,” ujar Lukman dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Kamis (22/5/2025).

Biaya Sekali Terbang Naik Puluhan Juta

Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, membenarkan bahwa biaya operasional penerbangan mengalami lonjakan cukup besar. Ia mencontohkan rute Cengkareng–Denpasar yang pada 2019 hanya menelan biaya Rp194 juta untuk satu kali penerbangan, kini meningkat menjadi Rp269 juta.

“Kenaikan ini mencakup tambahan Rp31 juta dari MRO, kenaikan harga bahan bakar, serta dampak dari kenaikan upah minimum sebesar 35% sejak 2019. Ada pula peningkatan biaya dari sisi marketing dan ticketing, serta bunga pinjaman,” jelasnya.

Sinyal Perubahan Aturan Tarif

Selama ini, tarif tiket pesawat berpedoman pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019. Namun, pemerintah membuka kemungkinan revisi kebijakan tersebut karena formulasi tarif dianggap perlu disesuaikan dengan realita terbaru, termasuk faktor jarak tempuh dan waktu penerbangan.

Penyesuaian tarif dinilai sangat penting, terutama untuk rute-rute pendek yang banyak dilayani dengan pesawat propeller. Lukman menegaskan, ke depan, sistem diferensiasi tarif berdasarkan kelas layanan (full service, medium, dan no frills) hanya akan diterapkan pada pesawat jet, bukan propeller.

Pemerintah juga mencontohkan kebijakan penurunan harga tiket yang pernah diterapkan saat Lebaran 2025. Beberapa upaya dilakukan, termasuk diskon 50% pada tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) dan Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U), serta operasional bandara selama 24 jam penuh.

(RED)

No More Posts Available.

No more pages to load.