Pengacara: Jaksa Gagal Hadirkan Jokowi dan Rini dalam Sidang Kasus Tom Lembong

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dalam kebijakan importasi gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/7/2025).

Dalam agenda pembacaan duplik, tim penasihat hukum Tom melayangkan kritik keras terhadap jaksa penuntut umum (JPU) karena dinilai tidak mampu membuktikan tuduhan secara menyeluruh, termasuk gagal menghadirkan dua saksi utama, yakni mantan Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, kehadiran dua tokoh negara tersebut sangat krusial untuk memperjelas duduk perkara, namun hingga saat ini tidak pernah dihadirkan oleh pihak penuntut.

“Dalam perkara a quo, jaksa penuntut umum tidak mampu menghadirkan saksi-saksi utama yang seharusnya bisa memperkuat konstruksi peristiwa pidana seperti Menteri BUMN Rini Sumarno, dan Presiden Joko Widodo, sehingga peristiwa hukum yang didalilkan menjadi tidak utuh dan kontradiktif,” kata Zaid di hadapan majelis hakim.

Lebih lanjut, Zaid menilai bahwa jaksa tidak mampu menjelaskan dengan logis unsur mens rea (niat jahat) yang menjadi inti dari dakwaan. Ia menyebut kelemahan ini sebagai cacat mendasar dalam dakwaan.

“Jaksa penuntut umum juga tidak berhasil menguraikan konstruksi unsur mens rea yang utuh secara logis yang dilakukan oleh Terdakwa Thomas Trikasih Lembong. Dengan demikian, beban pembuktian yang menjadi tanggung jawab JPU tidak tertunaikan secara sempurna, menjadikan dakwaan mengandung kelemahan fundamental dalam aspek negatief wettelijk bewijsstelsel. Oleh karenanya hakim tidak dapat menghukum Terdakwa Thomas Trikasih Lembong berdasarkan Pasal 183 KUHAP,” jelasnya.

Pengacara Tom lainnya juga menyampaikan bahwa jaksa seolah mencari-cari kesalahan dan mengabaikan fakta-fakta persidangan. Ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun bukti kuat yang mengaitkan kliennya dengan keuntungan dari kebijakan tersebut.

“Bahwa JPU tetap bersikeras mencari-mencari kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa dengan mengesampingkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan sebagaimana tersebut di atas. Padahal, berdasarkan analisa fakta persidangan dan analisa yuridis yang telah penasihat hukum maupun terdakwa uraikan secara lengkap dalam nota pembelaan, seluruh perbuatan-perbuatan yang didakwakan adalah tidak terbukti serta surat dakwaan maupun tuntutan mengandung kekeliruan hukum,” ujarnya.

Selain itu, tim kuasa hukum juga membantah bahwa Tom Lembong memiliki hubungan dengan pihak swasta penerima manfaat dalam perkara ini. Menurut mereka, seluruh keuntungan yang diduga terkait dengan perkara, justru digunakan untuk kegiatan sosial, bukan kepentingan pribadi.

“Berdasarkan keterangan saksi, keuntungan Rp75/kg yang diterima INKOPKAR, INKOPPOL, dan PUSKOPPOL digunakan untuk operasi pasar dan kesejahteraan anggota TNI-Polri, bukan keuntungan pribadi. PT PPI memperoleh Rp 100/kg yang menjadi laba internal perusahaan. Saksi dari seluruh pihak, termasuk 9 produsen gula swasta, menyatakan terdakwa tidak pernah menerima keuntungan apa pun,” tegasnya.

“Tidak ada bukti bahwa Terdakwa mengenal, bertemu, atau berkomunikasi dengan 8 PGR (perusahaan gula rafinasi) dan PT KTM (Kebun Tebu Mas), sehingga tidak dapat disimpulkan adanya niat jahat atau permufakatan untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi. Selain itu, berdasarkan keterangan ahli menegaskan bahwa dalam sistem B2B, penentuan harga dan kontrak adalah kewenangan manajemen BUMN, bukan menteri. Maka, tidak terbukti adanya pelanggaran atau konflik kepentingan oleh Terdakwa,” tambahnya.

Dalam pembelaannya, tim hukum juga menyebut bahwa Tom Lembong hanya melanjutkan kebijakan menteri sebelumnya, bukan menggagas kebijakan baru. Tindakan administratif yang dilakukan disebut terjadi dalam masa transisi kepemimpinan.

“Terdakwa menjelaskan bahwa tindakan ini diambil saat ia baru menjabat sekitar dua minggu dan masih dalam masa transisi. Oleh karena itu, penerbitan surat tersebut harus dipahami sebagai langkah administratif untuk melanjutkan dan menyelesaikan kebijakan dari menteri sebelumnya, bukan sebagai inisiatif kebijakan baru dari terdakwa,” ucapnya.

Di akhir duplik, tim penasihat hukum meminta agar majelis hakim membebaskan Tom Lembong dari segala tuntutan, serta memulihkan nama baik dan mengembalikan barang-barang yang disita.

“Maka, dengan kerendahan hati, kami memohon tunjukkan kami semua JPU, Hakim, penasihat hukum, dan terdakwa ke jalan putusan yang paling adil. Putusan yang bukan hanya menenangkan hati manusia, tapi juga membawa keberkahan dari langit,” pungkasnya.

Seperti diketahui, dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut Tom Lembong dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, atas dugaan melanggar Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(Kiss)

No More Posts Available.

No more pages to load.