Jakarta, ebcmedia.id – Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim (NAM), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022.
Penetapan ini diumumkan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, pada Kamis (4/9/2025).
“Dari hasil pendalaman, keterangan saksi-saksi, dan juga alat-alat yang ada, pada sore ini hasil dari ekpose telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Anang.
Anang menjelaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 120 saksi dan 4 orang ahli. Dari hasil penyidikan, kasus ini bermula saat Nadiem menjabat Mendikbudristek pada Februari 2020. Saat itu, ia menggelar pertemuan dengan Google Indonesia untuk membahas program Google for Education dengan produk Chromebook, Chrome OS, dan Chrome Device Management (CDM).
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, mengungkapkan bahwa pada 6 Mei 2020, Nadiem memimpin rapat daring bersama sejumlah pejabat di lingkungan Kemendikbudristek. Dalam rapat tersebut diputuskan agar pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menggunakan Chromebook dengan spesifikasi yang wajib mengacu pada produk Google.
“Padahal, pada tahun 2019 uji coba Chromebook dinyatakan gagal dan tidak sesuai untuk sekolah-sekolah di wilayah 3T. Namun, atas perintah NAM, juknis dan juklat tetap disusun dengan spesifikasi yang terkunci pada Chrome OS,” ujar Nurcahyo.
Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang petunjuk operasional DAK Fisik. Dalam lampirannya tercantum secara spesifik Chrome OS. Kejagung menilai langkah ini melanggar sejumlah aturan, antara lain Perpres Nomor 123 Tahun 2020 tentang juknis DAK Fisik, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, serta aturan LKPP terkait perencanaan pengadaan.
Akibat pengadaan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 1,98 triliun.
“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan PIK diperkirakan senilai kurang lebih Rp 1,9 triliun yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP,” jelas Nurcahyo.
Atas perbuatannya, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka NAM akan dilakukan penahanan di Rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini tanggal 4 September 2025 bertempat di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Nurcahyo.
(Ra)