Jakarta, ebcmedia.id – Terdakwa Djuyamto membacakan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap hakim dalam penetapan putusan onslag perkara Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).

Dalam pembelaannya, Djuyamto menegaskan bahwa penentuan kesalahan terdakwa harus berlandaskan fakta-fakta persidangan dan alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf a KUHAP serta sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung. Ia menilai banyak hal dalam dakwaan dan tuntutan jaksa tidak sesuai dengan bukti yang terungkap di persidangan.
“Setiap alat bukti, baik keterangan saksi maupun berita acara penyidikan, harus diuji kebenarannya di persidangan. Fakta-fakta yang muncul di pengadilan justru menunjukkan tidak ada permintaan uang dari majelis hakim,” ujar Djuyamto di hadapan majelis hakim.
Dalam uraian pembelaannya, Djuyamto menjelaskan secara rinci bahwa penerimaan uang yang menjadi dasar dakwaan tidak berawal dari permintaan pihak majelis hakim, melainkan berasal dari inisiatif pihak saksi yang berkepentingan dalam perkara.
Ia menyebut, hal itu terbukti dari kesaksian sejumlah saksi seperti Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarif Fahrudin, dan Ali Muhtarom, yang menyatakan tidak pernah ada permintaan uang dari majelis.
Djuyamto juga menekankan bahwa penggunaan dana yang sempat diterimanya tidak untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, sebagian besar uang tersebut digunakan untuk kegiatan sosial, keagamaan, dan pelestarian budaya di daerahnya.
“Sekitar 85 persen dari seluruh dana yang diterima digunakan untuk membantu kegiatan keagamaan dan seni budaya, termasuk pembangunan kantor MWC NU Kartasura serta pagelaran wayang kulit. Tidak ada motivasi pribadi ataupun kerakusan,” jelasnya.
Selain itu, terdakwa menyampaikan bahwa dirinya telah mengembalikan seluruh uang senilai Rp9,4 miliar kepada negara melalui Kejaksaan Agung RI sejak tahap penyidikan, namun hal itu tidak dicantumkan jaksa sebagai faktor yang meringankan dalam surat tuntutan.
“Tindakan pengembalian uang yang dilakukan sejak awal seharusnya dijadikan hal yang meringankan, bukan diabaikan. Saya telah kooperatif dan beritikad baik sejak perkara ini diungkap,” tegas Djuyamto.
Dalam pledoi yang dibacakan lebih dari dua jam, Djuyamto juga meminta agar barang bukti yang tidak berkaitan langsung dengan perkara seperti beberapa unit ponsel dan buku tabungan dikembalikan kepada pemiliknya, karena tidak memiliki hubungan dengan tindak pidana yang didakwakan.
Menutup pembelaannya, Djuyamto menyampaikan rasa penyesalan mendalam atas kasus yang telah menghancurkan kariernya sebagai hakim. Ia mengaku ikhlas menerima hujatan publik, namun berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan moral.
“Kesalahan ini berakibat hancurnya karier yang saya bangun dengan perjuangan panjang. Selain diberhentikan tidak hormat, saya juga menanggung sanksi sosial. Saya berharap majelis diberikan kekuatan lahir batin untuk memutus perkara ini dengan bijaksana,” ucapnya.
Djuyamto menutup pledoinya dengan kutipan hadis riwayat Tirmidzi:
“Setiap anak Adam adalah pelaku kesalahan, dan sebaik-baik pelaku kesalahan adalah mereka yang bertaubat.”
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelum majelis hakim menjadwalkan putusan akhir atas perkara dugaan suap hakim dalam putusan onslag CPO tersebut.
(AR)







