Jakarta,ebcmedia-Dalam tata niaga komoditas mineral logam, khususnya saat berlansung transaksi jual beli, kadang masih ditemukan perbedaan persepsi antara penambang di sektor hulu dengan pabrik atau smelter. Masalah itu, terdapat banyak isu terkait terjadinya perbedaan hasil analisis kuantitatif dan kualitatif mineral logam oleh pihak surveyor.
Keluhan biasanya disampaikan pelaku hulu ketika menjual hasil tambangnya ke pabrik sebagai user. Penambang merasa hasil analisis kadar material logamnya kerap terjadi penurunan kadar (dispute) dari pelabuhan muat (loading) ke pelabuhan yang dituju.
Kepala Divisi Operasi Nikel dan Wilayah PT Carsurin, Imron Rosyadi menguraikan terjadinya dispute dan upaya untuk mengantisipasinya.
Imron Rosyadi mengatakan, saat ini sudah ada 11 perusahaan surveyor yang sudah mendapatkan izin dari pemerintah. Ke-11 perusahaan surveyor ini mendapat mandat dari pemerintah untuk menjalankan Keputusan Dirjen Minerba 195.K/30/DJB/2020 tentang Tata Cara Verifikasi Teknis Kegiatan Pengangkutan dan Penjualan Mineral dan Batu Bara.
Ketika melakukan verifikasi, perusahaan surveyor pertama kali mengecek di Minerba One Data Indonesia (MODI), apakah pelaku usaha yang ingin menjual komoditas mineral sudah terdaftar di MODI. Jika perusahaan tambang sudah terdaftar, maka otomatif akan nge-link ke Minerba Online Monitoring System (MOMS).
Selanjutnya, surveyor akan melakukan verifikasi tekait royalti dan mengecek juga invoice penjualan mineral. Tentunya harga penjualan sesuai dengan Harga Patokan Mineral (HPM) yang telah diatur dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2020. Jika sudah memenuhi persyaratan, surveyor akan menerbitkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dari aplikasi Modul Verifikasi Penjualan (MVP).
“Pada tahapan ini ada Surat Edaran terbaru Nomor 3.E/MB.01/DJB/2022 tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel dalam Basis Free On Board (FOB) oleh Kementerian ESDM,” kata Imron, di Jakarta.
Ia menyatakan ke-11 perusahaan surveyor mendukung kebijakan pemerintah terkait dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Minerba No. 3.E/MB.01/DJB/202 terhadap PNBP. Secara prinsip SE Dirjen tidak mempengaruhi dari sisi pengenaan royalti maupun tarif royalti. Karena dalam Kepmen ESDM Nomor 18 Tahun 2022, titik royalti untuk penjualan mineral (at sale point) berada di Free On Board (FOB).
Juru bicara Asosiasi Surveyor Mineral dan Batubara (ASMIBA) ini mengutarakan, penjualan dengan basis FOB, dari sisi PNBP akan lebih cepat karena pembeli akan mengambil bijih di jetty, sehingga dokumen langsung bisa keluar dan bisa langsung bayar royalti. Berbeda dengan penjualan secara Cost Insurance and Freight (CIF).
Mengenai kualitas dan kuantitas, sesuai ketentuan dari tekMIRA, pertama, surveyor wajib memenuhi persyaratan personil, sebagaimana tertuang dalam Kepmen 154 K/30/MEM/2020 tentang Tata Cara Penetapan Surveyor untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral dan Batu Bara.
Kedua, pihak surveyor perlu menindaklanjuti dan melaporkan tindakan perbaikan ketidaksesuaian pelaksanaan verifikasi kualitas dan kuantitas penjualan mineral dan batu bara kepada unit yang ditunjuk oleh Ditjen Minerba.
Ketiga, laboratorium pengujian komoditas mineral perlu menetapkan batas keberterimaan nilai repeatability dari sampel, untuk memastikan (evaluasi) presisi hasil pengujian.
Proses Verifikasi
Imron selanjutnya menyampaikan kondisi eksisting SIMBARA, yang dibuat oleh pemerintah lantaran belum terjadinya sinkronisasi sistem layanan digital di Kementerian ESDM. Maka, sejak 19 April 2022 semua layanan digital sudah terintegrasi di SIMBARA.
“Jadi saat ini sudah tidak boleh lagi melakukan transaksi secara manual, semua by system,” kata Imron.
Menurutnya, SIMBARA memudahkan para pelaku usaha termasuk perusahaan surveyor untuk mengurangi dispute atau kesalahan verifikasi terkait PNBP atau royalti.
Imron lantas menyebutkan tugas surveyor. Pertama, memastikan pelaku usaha telah melakukan pembayaran kewajiban ke negara (EPNBP atau Retribusi Daerah). Kedua, memastikan volume atau tonase pada invoice sesuai dengan verifikasi di lapangan dan data diinput ke aplikasi MVP. Ketiga, melakukan verifikasi untuk memastikan harga jual sudah sesuai perhitungan Harga Patokan Mineral (HPM).
Keempat, lanjutnya, menerbitkan LHV sesuai dengan hasil verifikasi dan kesesuaian dengan data real di lapangan (submit LHV ke aplikasi MVP). Perusahaan surveyor tidak boleh menerbitkan LHV secara manual. Kalaupun dilakukan secara manual, surveyor yang bersangkutan harus mendapatkan izin dari Dirjen Minerba. Berikutnya kelima, melaporkan hasil verifikasi dan penerbitan LHV bulanan di aplikasi MVP.
Dalam hal terjadi pelanggaran, misalnya kegiatan penjualan tanpa adanya pelaporan ke aplikasi Minerba Online Monitoring System (MOMS) oleh pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, Kontrak Karya tahap Operasi Produksi komoditas mineral.
Pelanggaran lain, kegiatan penjualan tanpa adanya LHV yang diterbitkan dari aplikasi Modul Verifikasi Penjualan (MVP) oleh pelaku usaha yang telah ditetapkan menjadi Surveyor Pelaksana untuk Verifikasi Analisis Kuantitas dan Kualitas Penjualan Mineral dan Batubara (Surveyor Penjualan). Atau penerbitan LHV oleh Surveyor Penjualan dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Imron menegaskan, perusahaan surveyor yang terbukti melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan penetapan sebagai Surveyor Penjualan. (Syarif)