Jakarta, ebcmedia – Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengaku setuju dengan rencana kenaikan upah minimum Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri sebesar 8 persen serta pensiunan yang naik sebesar 12 persen pada tahun 2024 mendatang. Namun begitu, Said Iqbal juga menuntut agar upah minimum buruh naik sebesar 15 persen.
Kenaikan upah sebesar 15 persen untuk buruh menurutnya adalah suatu keadilan dan kewajaran. Pasalnya buruh telah mengabdikan dirinya untuk pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
“Partai Buruh dan KSPI setuju upah PNS naik sebesar 8 persen dan pensiunan 12 persen. Secara bersamaan, Partai Buruh meminta agar pemerintah menaikkan upah buruh sebesar 15 persen,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers birtual, Senin (21/8/2023).
Said menjelaskan kenaikan upah terhadap PNS sebesar 8 persen didapatkan dari perhitungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
“Kalkulasi angka 8 persen tersebut berasal dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan perincian bahwa pertumbuhan ekonomi 5,2 persen dan inflasi persen, sehingga bertemu di angka 8 persen,” tambahnya.
Dalam pandangan Said, kenaikan upah sebesar 4 persen untuk buruh dinilai rendah. Kenaikan upah buruh yang didapatkan dari perhitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta ‘indeks tertenttu’ membuat perhitungan upah buruh dinilai tidak masuk akal.
“Nah bagaimana dengan buruh? Di dalam Pasal tentang Upah, di dalam UU Cipta Kerja, yakni tentang Kenaikan Upah Minimum, yang didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, ditambah dengan ‘indeks tertentu’, adanya indeks tertentu itulah yang tidak adil,” terangnya.
“Sebab, jika mengacu kepada Permenaker No. 18 tahun 2013, tentang indeks Tertentu, adalah koefisien 0,1-0,3. Sehingga ketika dikali pertumbuhan ekonomi, buruh hanya dapat sekitar 4% dan ini lebih rendah. Ini tidak masuk akal.” paparnya.
Said mengungkapkan, posisi buruh sebagai profit center yang memberikan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Sedangkan ASN/TNI&Polri hanyalah penarik dana dari dana negara.
“Kalau ASN/TNI & POLRI bekerja sebagai administratur negara atau biasa juga disebut sebagai call center, yang mengambil biaya dari APBN. Sedangkan buruh adalah profit centre, yang menghasilkan. Ini berarti logika berpikir dari Kemnaker, Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian, itu kacau,” tegasnya.
Selain itu, Said juga menyatakan, kenaikan upah tersebut disandarkan dengan posisi Indonesia saat ini, yang sudah masuk ke dalam Middle Income Country. Dengan memiliki produk domestik bruto (PDB) per kapita antara US $ 4.046-12.535.
“Indonesia sudah masuk ke dalam Middle Income Country, dengan hitungan nilai 5,6 juta/bulan. Sehingga ketika dinaikkan 15%, maka Upah Minimun Nasional akan mendekati nilai rata-rata, sekitar 3,5 juta, dari upah yang tertinggi hingga ke yang paling rendah,” lanjutnya.
“Sebagai contoh, di mana UMP Jakarta yang mencapai Rp4,9 juta, jika menuju Rp5,6 Juta, artinya selisih Rp 700 ribu. Dan ini ketemu 15%,” cetusnya.
Said membantah persepsi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan gaji tertinggi. Sebab, dirinya yang juga sebagai Deputi Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) tahu betul bagaimana fakta yang sebenarnya.
“Tidak benar bahwa Indonesia adalah negara dengan gaji tertinggi, karena nyatanya kita di bawah Vietnam. Apindo selalu bilang tertinggi, tapi saya sebagai pengurus ILO, yang rutin mengeluarkan buku resmi dengan trend ketenagakerjaan di Asia-Pasifik, pada 2014 dulu, disampaikan bahwa upah rata-rata Indonesia adalah $ 174. Di bawah Vietnam $ 181, Thailand $ 256, Malaysia $ 300 lebih dan Filipina $ 356. (Dian)