Jakarta, ebcmedia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI memproyeksikan pada tahun 2060 kapasitas pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) akan mencapai sedikitnya 700 giga watt (GW) yang berasal dari surya, hidro, angin, bioenergi, arus laut, serta panas bumi. Dari proyeksi kapasitas pembangkit tersebut, kapasitas pembangkit panas bumi ditargetkan akan mencapai 23 GW.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung dalam pengembangan tenaga panas bumi menjadi salah satu sumber EBT melalui skema bisnis yang lebih menjanjikan dan pengembangan inovasi teknologi yang lebih terjangkau.
“Dibutuhkan dukungan program dan perbaikan mekanisme untuk menarik lebih banyak minat pengembang panas bumi di Indonesia, misalnya program penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi yang selama ini telah dilakukan oleh Kementerian ESDM. Perlu diperluas di lokasi-lokasi yang datanya memang belum mencukupi untuk mempermudah pengembang,” kata Wapres Ma’ruf Amin ketika membuka acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) ke-9 di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Ma’ruf Amin menambahkan, insentif eksplorasi panas bumi telah disediakan pemerintah dalam bentuk pendanaan melalui program pembiayaan infrastruktur dan program mitigasi sumber daya panas bumi untuk menarik minat investor di bidang panas bumi.
“Sehingga keberadaan pembangkit panas bumi diharapkan dapat berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya dalam pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat,” ujarnya.
Meski demikian, Ma’ruf Amin mengingatkan bahwa upaya pengelolaan sumber daya panas bumi harus memperhatikan aspek lingkungan, karena sebagian besar sumber panas bumi berada dalam kawasan hutan, sehingga pengelolaannya harus memperhatikan daya dukung ekosistem kehidupan satwa di alam liar.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi mengemukakan bahwa untuk mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia, pemerintah telah menyusun berbagai strategi seperti penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi kepada pihak swasta.
“Pemerintah juga membangun akses infrastruktur ke wilayah kerja panas bumi melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga lainnya, seperti akses jalan menuju lokasi proyek perlu dikoneksikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Akses jalan tersebut tentunya tidak hanya digunakan untuk keperluan proyek panas bumi saja, tetapi juga untuk akses masyarakat setempat sehingga bisa menggerakkan roda perekonomian,” tegas Yudo.
Selain itu, kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan perlu diperkuat untuk memberikan dukungan baik finansial maupun insentif untuk kegiatan proyek-proyek panas bumi, mendukung pengembangan proyek dan teknologi panas bumi, berbagi pengetahuan dan diskusi publik untuk memitigasi isu-isu sosial, serta pengembangan kapasitas dan pengembangan sumber daya manusia. (Gio)