Saksi Santi Akui Terima Rp 16jt dalam Pilkada Kabupaten Barito Utara

oleh
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Sidang Pemeriksaan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Barito Utara Tahun 2024 kembali di gelar pada Kamis (8/5/2025). Sidang lanjutan dari Perkara Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dilaksanakan Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat.

Sidang pada hari ini dengan agenda sidang mendengarkan keterangan Ahli dan saksi pihak Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait ini, dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Nomor Urut 01 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo (Pemohon) menghadirkan tiga orang saksi yaitu, Santi Parida Dewi, Lala Mariska, dan Indra Tamara, serta seorang Ahli yaitu Aswanto. Sementara KPU sebagai Termohon menghadirkan Roya Izmi Fitrianti dan Paizal Rahman yang merupakan Anggota KPU Barito Utara. Sedangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Barito Utara Nomor Urut 02 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya (Pihak Terkait) mendatangkan Topo Santoso dan Radian Syam sebagai Ahli serta Edi Rahman dan Maluana Husada sebagai Saksi.

Foto : Dhii

Ali Nurdin selaku Kuasa Hukum pihak Pemohon yang ditemui usai persidangan menjelaskan bahwa pendapat ahli mengenai money politics dalam pilkada yang juga melibatkan pasangan calon harus diberikan sanksi tegas agar hal itu menjadi efek jera bagi pelakunya serta dapat menghindari preseden buruk atau bisa menjadi kebiasaan buruk kedepannya.

“Yak hari ini itu tadi sidang perkara Barito Utara yang isu pokoknya itu adalah money politik, bayangkan dalam satu pilkada sekarang ini 16juta per orang rekor sepanjang sejarah, sehingga kami bertanya pada ahli pak Aswanto terkait hal seperti ini sanksinya seperti apa karena kalau tidak ini akan jadi preseden buruk kedepannya. Dari ahli menyatakan ini harus ada sanksi yang berat supaya tidak terulang kembali dan menjadi efek jera, para ahli sepakat kalau ada money politic yang melibatkan paslon maka sanksinya adalah diskualifikasi dan kedepan suaranya dinihilkan.” Jelasnya

Foto : Dok Ebcmedia

Ali juga mngungkapkan bahwa salah satu saksi pihak Pemohon yaitu Santi Parida Dewi, menerangkan bahwa Santi adalah pemilih di TPS 01 Melayu. Jauh sebelum dilakukan pemilihan, pada 20–24 Desember Santi dihubungi Tim Paslon 02 (Pihak Terkait) untuk menyerahkan KTP. Di tanggal 24 Desember 2024 Santi beserta suami diminta datang ke kediaman Ketua DPR Barito Utara. Di tempat tersebut, Santi dan suami beserta satu anaknya (diwakilkan) mendapatkan tiga amplop yang berisikan uang sejumlah satu juta rupiah pada setiap amplopnya.

Saksi lain pun yaitu Lala Mariska yang merupakan satu dari sembilan orang yang diamankan petugas kepolisian pada 14 Maret 2025 karena diduga terlibat membagikan uang dari Paslon 02 memberikan kesaksian. Saksi Lala mengaku mengikuti briefing untuk diberikan arahan atas tugas yang akan dijalankan pada 14 Maret 2025. Lala bertugas untuk menggeledah pemilih yang akan hadir pada waktu tersebut tidak membawa barang-barang yang mencurigakan.

“Kita mengajukan saksi, dua orang menyatakan paslon nomor 2 itu terlibat secara langsung, jadi saksi kita ibu Santi menyatakan pada waktu itu yang menerima pembagian uang dirumah ayahnya pak Akhmad Gunadi Nadalsyah, menurut keterangan saksi tadi pembagian uang 5juta itu ada keterlibatan langsung dari paslon dan yang kedua keterangan dari Lala Mariska saksi ini bercerita beberapa hari sebelumnya terjadi rapat di rumah ibu haji Meri dimana disana banyak puluhan orang, bagian dari tim yang memang ditugaskan untuk membagikan uang untuk tanggal 14 Maret dan ternyata berdasarkan keterangan saksi Lala itu loksinya tidak hanya di simpang pramuka dua tetapi jg ada di 12 titik lainnya.” tuturnya.

Money Politic adalah salah satu preseden buruk yang masih sering terjadi di negara kita, dengan adanya perkara ini Ali mengharapkan Majelis Hakim dapat menilai perkara PHPU ini secara utuh berdasarkan fakta persidangan yang telah dihadirkan. Sehingga untuk kedepannya perkara money politic tidak lagi dijadikan kebiasaan didalam pemilihan kepala daerah.

“Nah sangat diharapkan Mahkamah dapat memahami perkara ini secara utuh berdasarkan bukti-bukti yang kita ajukan sehingga kedepan kita berharap untuk perolehan suara pihak terkait karena telah melakukan money politic yang terstruktur, sistematis dan masif sudah terbukti terlibat calonnya maka sudah selayaknya suaranya dinihilkan sehingga yang menjadi pemenang adalah paslon nomor urut 1, kita harapakan itu bisa menjadi putusan Majelis.” tutupnya.

Dalam Sidang sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Barito Utara Nomor Urut 02 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya diduga melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dengan membagikan uang hingga Rp16 juta per orang (pemilih). Kecurangan tersebut terjadi pada masa pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) setelah Putusan MK Nomor 28/PHPu.BUP-XXIII/2025 yang diselenggarakan 22 Maret 2025 di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara.

Tindak pidana politik uang tersebut terbukti dengan adanya peristiwa penggerebekan tangkap tangan yang dilakukan oleh aparat Gabungan dari Pihak Kepolisian, Bawaslu Kabupaten Barito Utara, dan TNI, pada 14 Maret 2025 di rumah posko pemenangan Pasangan Calon Nomor Urut 2. Salah satu bukti adanya peristiwa money politic adalah Putusan Pengadilan Negeri Muara Teweh yang menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 36 bulan dan denda sebesar Rp200 juta kepada tiga orang Tim pemenangan Paslon nomor urut 2 karena terbukti melakukan pembagian uang kepada Para Pemilih.

(AR)

No More Posts Available.

No more pages to load.