Jakarta,ebcmedia-Kuasa Hukum Partai Buruh, Feri Amsari mengajak 30 pemohon untuk kembali menggugat presidential threshold ke Makhkamah Konstitusi (MK) setelah sebelumnya gugatan tersebut ditolak sebanyak 30 kali.
“Kami mewakili Partai Buruh dan tim kuasa yang lainnya, hendak mengundang 30 pemohon sebelumnya untuk kembali bertarung bersama kami di MK untuk menegangkan konstitusi kita,” kata Feri dalam acara Forum Group Discussion Cabut Presidential Threshold 20 persen di daerah Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
Menurut Feri, ini adalah momen yang tepat untuk menegakkan konstitusi dan menghilangkan ambang batas pencalonan yang tidak pernah tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Jadi kita akan buktikan apa yg diputus selama ini, apa yang dihindari selama ini oleh MK harus dipertanggungjawabkan melalui perkara ini. Ini mungkin bukan kesempatan terakhir, tapi ini kesempatan penting untuk menegakkan konstitusi, menghilangkan ambang batas pencalonan presiden yang tidak pernah ada di dalam UUD 1945,” lanjutnya
Sementara itu terkait 30 orang pemohon yang sebelumnya pernah menggugat, tidak perlu mengajukan hal yang sama. Ia hanya mengajak untuk sama-sama bekerja sama mengawal proses persidangan di MK.
“Kita minta tidak perlu mengajukan hal yang sama cukup menjadi pihak terkait, berkelahi dalam satu isu yang sama dalam persidangan yang sama dengan berbagai orang dan forum yang sama,” terangnya.
Feri Amsari menjelaskan presidential threshold adalah istilah yang keliru yang digunakan oleh partai politik. Menurutnya ambang batas yang diartikan adalah ambang batas kemenangan yang tertera di Pasal 6A ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 menjelaskan: “Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.”
Fery juga menjelaskan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”
Sebelumnya Feri mewakili Partai Buruh telah mengajukan gugatan judisial review presidential threshold 20 persen menjadi 0 persen pada 26 Juli lalu ke Mahkamah Agung.
Sementara itu, judisial review yang telah ditolak selama 30 kali ini mendapat perhatian dari Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Bivitri menyebut permohonan judisial review presidential threshold ini merupakan salah satu jalan untuk membangun peradaban politik
“Sudah 30 kali permohonan judisial review terhadap masalah presidential threshold ini. Entah ditolak, entah tidak dapat diterima. Tapi tersingkirkan trus, dan ini saatnya dan ini sumbangan yang sangat penting sekali untuk membangun peradaban politik,” kata Bivitri dalam kesempatan yang sama.
Senada dengan Bivitri, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mendukung judisial review mengenai presidential threshold ini kembali diajukan walaupun sudah 30 kali gagal. Menurutnya ada yang salah jika suatu perkara diajukan berkali-kali
“Kalau kita bicara sense of justice, rasa keadilan, itu sebuah perkara yang diajukan berkali-kali itu artinya memang ada yang salah. Jadi sekali lagi kita appear kepada demokrasi untuk menjaga konstitusi dan PT. Bukan penjaga oligarki, bukan menjadi penjaga istana, bukan menjadi penjaga elit karena presidential threshold bukan hanya persoalan Partai Buruh, tetapi juga menjadi persoalan semua bangsa Indonesia,” ungkapnya. (Dian)