Jakarta-ebcmedia– Mantan Direktur Blue Bird Taxi, Mintarsih melayangkan somasi kepada pemilik PT Blue Bird Tbk., Purnomo Prawiro soal kepemilikan saham yang ia miliki sejak 1971.
Dalam pengakuan Mintarsih, Rabu (5/7/2023), saham tersebut diduga dialihkan tanpa sepengetahuan dirinya.
Diketahui jika pada 2001 Mintarsih memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Wakil Direktur CV Lestiani yang saat itu memiliki saham sebesar 45% di PT Blue Bird Taxi. Namun, Mintarsih dianggap bukan hanya mengundurkan diri dari jajaran direksi, tetapi juga dianggap telah melepaskan kepemilikan saham di perusahaan tersebut.
Mintarsih yang merasa memiliki hak, menduga jika Purnomo Prawiro dan alm. Chandra Suharto yang saat itu pengurus sah CV Lestiani mengalihkan kepemilikan saham Mintarsih tanpa sepengetahuannya.
“Kesempatan ini disalahgunakan oleh Purnomo dan alm. Chandra yang secara diam-diam dan tanpa kehadiran saya, membuat akta notaris, dalam hal mana bukan hanya jabatan yang dilepas, namun aset di CV Lestiani dan saham di PT Blue Bird Taxi nyatanya juga dialihkan ke Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro. Semua terjadi tanpa sepengetahuan saya,” beber Mintarsih.
Mintarsih baru menyadari jika asetnya di CV Lestiani dan sahamnya sebesar 15 % di PT Blue Bird Taxi telah lenyap setelah 12 tahun kemudian, persisnya saat PT Blue Bird melakukan IPO atau menjual sebagian sahamnya pada publik atau masyarakat umum pada 2013.
Berdasarkan pengakuannya, selama ini manajemen PT Blue Bird Taxi yang dipimpin Purnomo begitu semrawut, tidak pernah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) maupun Laporan Keuangan Tahunan sejak tahun 1992 sampai dengan 2012.
Menurutnya, bukan hanya kepemilikan asetnya yang hilang, tetapi juga 6% saham warisannya lenyap dua tahun kemudian.
Sementara Kuasa Hukum Mintarsih, Kamaruddin Simajuntak mengatakan, akta pengalihan saham tersebut dibuat oleh seorang Notaris bernama Ferdinand K Makahanap. Untuk itu, selain Purnomo Prawiro, somasi juga dilayangkan kepada Ferdinand dan telah mendapatkan pernyataan secara tertulis di atas materai, bahwa seharusnya Mintarsih menjadi pesero komanditer.
“Pengakuan yang membuat penghilangan aset klien saya di CV Lestiani adalah bahwa seharusnya klien saya menjadi pesero komanditer yang berarti bahwa aset klien saya di CV Lestiani tetap ada dan sahamnya di PT Blue Bird Taxi harusnya juga tetap ada,” jelas Kamaruddin.
Sebagai informasi, persero komanditer atau sekutu pasif adalah pihak yang hanya menyediakan modal dan aset untuk perkembangan bisnisnya. Mereka bertanggung jawab untuk menyediakan modal kepada sekutu aktif. Sedangkan untuk keuntungan, kedua pihak sekutu secara bersama-sama akan menetapkan ketentuan pembagian keuntungan.
Saat ini Mintarsih dan Kamaruddin telah melakukan somasi ketiga dan akan melanjutkan ke proses hukum jika tidak ada tanggapan dari pemilik PT Blue Bird Tbk., tersebut.
“Kalau tidak ada tanggapan somasi ini, maka kami akan menempuh jalur hukum, baik perdata maupun pidana. Kalau terjadi pelanggaran perdata untuk pelanggaran pidana, tentu kami ambil tindakan pidana. Kami sedang menunggu jawaban terakhir,” Kamaruddin menekankan.
Somasi yang dilayangkan bukan hanya kepada Purnomo Prawiro sebagai pemilik PT Blue Bird Taxi Tbk dan Notaris Ferdinand K Makahanap, tetapi juga dilayangkan ke Komisaris PT Ceve Lestiani Kresna Priawan Djokosoetono, Notaris Dian Pertiwi, dan Direktur PT Ceve Lestiani Sri Adriyani Lestari. (Dian)