Jakarta, ebcmedia – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia mengkritik wacana kepala daerah kembali dipilih lewat DPRD yang dilontarkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai gagasan itu tidak menjawab akar masalah terkait biaya politik yang dinilai mahal.
“Presiden Prabowo menyarankan uang yang selama ini digelontorkan untuk pemilihan kepala daerah secara langsung dapat disalurkan untuk program-program lain, seperti memberi makan anak-anak atau memperbaiki sekolah. Di satu sisi, memang sama tidak ada yang salah apabila presiden hendak memprioritaskan anggaran negara untuk kebijakan-kebijakan yang hendak mendorong kesejahteraan masyarakat,” kata Yassar, dikutip dari Detik.com.
Ia menilai Prabowo seharusnya tidak mengorbankan hak pilih warga yang diatur dalam konstitusi untuk memuluskan kebijakan pemerintahannya yang lain.
“Presiden Prabowo keliru ketika seakan mempertentangkan dua hal yang sebetulnya tidak perlu dipertentangkan. Maksudnya adalah jika pemerintah hendak sungguh-sungguh membuat kebijakan yang berpihak dengan kebutuhan rakyat kecil, hal tersebut sangat mungkin untuk dilakukan tanpa harus secara gegabah ‘mengorbankan’ hak konstitusional warga untuk memilih secara langsung pemimpin daerah mereka,” jelas Yassar.
Menurutnya, akar masalah dari mahalnya ongkos politik dalam pesta demokrasi di Indonesia akibat dari maraknya praktik korupsi. Para calon kepala daerah terpaku untuk menggelontorkan uang banyak dengan harapan bisa membeli suara warga.
“ICW berpandangan akar masalah dari inefisiensi implementasi kebijakan dan maraknya bocor anggaran publik adalah karena korupsi. Dapat dibayangkan, selama 10 tahun Joko Widodo memimpin saja, negara telah merugi sekitar Rp 290 triliun akibat kasus korupsi,” ungkap Yassar
“Dalam konteks biaya politik yang mahal, hal ini juga sebetulnya disebabkan oleh lebih seringnya para kandidat pemilihan untuk menggunakan praktik-praktik korup yang transaksional seperti vote buying dan ‘mahar politik’ agar dapat diusung oleh partai politik,” sambungnya.
ICW menilai ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintahan Prabowo dalam melakukan efisiensi penggunaan anggaran untuk gelaran pemilihan langsung. Salah satunya ialah mendorong disahkan RUU Perampasan Aset untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara yang telah diambil koruptor.
“Presiden dapat dengan segera mendorong koalisi partai pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset yang substansi normanya dapat memungkinkan asset recovery yang lebih optimal dari kasus-kasus korupsi yang merugikan keuangan negara; memajaki secara progresif kelompok ultrakaya melalui wealth tax ketimbang membebankan kelas menengah ke bawah dengan kenaikan PPN 12 persen; atau, sesederhana dengan merampingkan komposisi kabinetnya yang telah banyak dinilai terlalu gemuk akibat banyaknya pos-pos baru seperti Utusan Khusus,” pungkas Yassar.
(Red)