Jakarta, ebcmedia – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang sejumlah Rp 565,33 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan RI tahun 2015-2016.
Penyitaan dilakukan terhadap sembilan tersangka, yang sebelumnya mendapatkan izin impor gula mentah dari mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong.
“Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp578,15 miliar. Hari ini kami menyita Rp565,33 miliar dari sembilan tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Selasa (25/2/2025).
Qohar mengatakan, kasus itu bermula dari kebijakan impor gula yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan pada 2015-2016, dalam rangka stabilisasi harga dan pemenuhan stok nasional.
Izin impor pun, kata dia, seharusnya diberikan kepada BUMN dan hanya untuk gula kristal putih saja. Namun, sambungnya, Thomas Lembong justru menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah kepada sembilan perusahaan swasta, tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa koordinasi dengan instansi terkait.
Dia menyebut, sembilan tersangka yang terlibat dalam kasus tersebut, adalah Tonny Wijaya dari PT Engel Product, Wisnu Hendraningrat dari PT Andalan Furnindo, Hansen Setiawan dari PT Sentra Usa Tama Jaya, Indra Suryaningrat dari PT Medan Sugar Industry, Eka Sapanca dari PT Permata Dunia Sukses Utama, Ten Suryanto Eka Prasetyo dari PT Makassar Tene, Hendrogiarto Antonio Tiwo dari PT Duta Sugar Internasional, Henvalita Utama dari PT Berkah Manis Makmur, dan Ali Sanjaya Budi Darmo dari PT Kebun Tebumas.
Qohar mengungkap, para tersangka mengubah gula mentah menjadi gula kristal putih dan menjualnya ke pasar, melanggar regulasi yang mengatur bahwa impor gula kristal putih hanya boleh dilakukan oleh BUMN dan dijual melalui operasi pasar.
“Seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih langsung, bukan gula mentah yang kemudian diolah oleh perusahaan swasta,” kata Qohar.
Dalam penyidikan, Kejagung menemukan bahwa izin impor ini dikeluarkan tanpa dasar yang sah.
“Persetujuan impor ini ditandatangani langsung oleh Menteri Perdagangan saat itu, tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi,” ujarnya.
Dari sembilan tersangka, jumlah uang yang disita bervariasi. Tonny Wijaya menyetor paling besar, yakni Rp 150 miliar, sementara Eka Sapanca paling kecil dengan Rp 32 miliar. Uang sitaan tersebut kini dititipkan di rekening penampungan Kejagung di Bank Mandiri sebagai bagian dari pemulihan kerugian negara.
“Kasus ini akan segera dilimpahkan ke persidangan dan akan dibuka secara terbuka untuk umum,” kata Dirdik Jampidsus itu.
(Red)