Jakarta, ebcmedia – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mencurigai kegiatan retret kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah pada 21-28 Februari 2025 sarat dengan konflik kepentingan. Mereka pun melaporkan kegiatan yang digagas Presiden Prabowo Subianto itu ke KPK.
Anggota Koalisi, Feri Amsari menuding pelaksanaan retret bertentangan dengan regulasi. Ia mengungkap kejanggalan retret kepala daerah seperti penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia (LTI), sebagai perusahaan yang mempersiapkan retret.
“Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan dan proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standar-standar tertentu pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya harus dilakukan secara terbuka,” kata Feri usai melapor di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).
Ia memandang proses penunjukan harusnya diadakan secara terbuka dan transparan. Hanya saja, Feri mengamati prinsip itu tidak terwujud dalam pelaksanaan program tersebut.
“Kita merasa janggal, misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru, dan dia mengorganisir program yang sangat besar se-Indonesia,” ucap pakar hukum Universitas Andalas (Unand) Padang tersebut.
Anggota Koalisi lainnya, Annisa Azzahra menilai, adanya pelanggaran atas kewajiban kepala daerah mengikuti retret. Hal itu menyusul kewajiban pembayaran biaya keikutsertaan bagi kepala daerah yang diduga dibebankan kepada APBD.
“Ada celah anggaran yang sangat besar, yaitu ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dengan pelaksanaan di lapangan. Jumlahnya sangat besar sekitar Rp 6 miliar, itu ternyata dikover oleh APBD,” ujar Annisa, dikutip dari Republika.
Ia mengingatkan tindakan tersebut berpotensi menjadi pengalihan dana tidak sah. Annisa menilai kegiatan retret kepala daerah mestinya dibayar APBN. “Harusnya kegiatan orientasi dan retret ini dibiayai secara penuh oleh APBN,” ucap Annisa.
Selain itu, ia menyoroti retret kepala daerah malah seolah menghamburkan anggaran di tengah semangat efisiensi. “Ada celah bahkan penggunaan uang ini tidak dilakukan secara transparan, tidak dilakukan secara bertanggung jawab, dan juga menjadi celah korupsi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu,” pungkas Annisa.
(Dhii)