Jakarta, ebcmedia – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas.
“Prinsip menghormati putusan itu, dan saya senang ketika Mahkamah Agung semakin menunjukkan dirinya pada garda terdepan pemberantasan korupsi dengan memberikan pesan bahwa sekarang hukuman diperberat, ini seperti kembali pada zaman Artidjo Alkostar, dulu kan hanya seorang diri, kalau sekarang tampaknya lembaga,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dikutip dari DetikCom, Senin (3/3/2025).
Ia menyebut MA sudah memberikan bukti bahwa kerjanya sudah mencapai maksimal. Bahkan, ia menilai Karen seharusnya bisa dipidana penjara seumur hidup.
Hal itu berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2020. Di mana seorang koruptor yang kasusnya merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar bisa dipenjara seumur hidup.
“Karena beberapa kasus itu hukuman di tingkat level atasnya itu dinaikkan kayak kemarin kasusnya Hafid Muis di tingkat banding saja sudah naik. Sekarang kasus Karen Agustiawan sudah diperberat, menurut saya sudah maksimal dari sisi kacamata fakta hukum atau formalitas hukum,” ujarnya.
“Meskipun saya bisa menuntut lebih karena Mahkamah Agung sudah pernah membuat aturan bahwa kerugian di atas Rp 100 miliar dapat dipidana seumur hidup, ya mestinya harus mengarah ke sana, karena korupsi kita makin merajalela seperti berikutnya yang Pertamina dibongkar Kejagung,” tambah Boyamin.
Diketahui, kasus korupsi ini diduga merugikan negara sebesar 124 juta dolar AS atau setara Rp 1,9 triliun.
Sebelumnya, MA telah membacakan putusan kasasi Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan. Hukuman Karen diperberat menjadi 13 tahun penjara.
“Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 tindak pidana korupsi juncto pasal 55 juncto pasal 64. Pidana penjara 13 tahun, denda Rp 650 juta subsider 6 bulan kurungan,” demikian putusan MA yang dikutip dari situs resminya, Jumat (28/2/2025).
Karen awalnya divonis 9 tahun penjara dalam kasus pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG). Namun hakim tak membebankan uang pengganti kerugian negara 113 juta dolar AS dalam kasus ini kepada Karen.
Hakim membebankan pembayaran uang pengganti ke perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction LLC. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Corpus Christi Liquefaction LLC seharusnya tak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG tersebut.
Pada tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan menerima banding yang diajukan KPK dan Karen Agustiawan. PT DKI hanya mengubah putusan terkait barang bukti, sementara hukuman penjara Karen dan uang pengganti tidak diubah.
(Red)