Jakarta, ebcmedia – Pegiat antikorupsi, Praswad Nugraha mengapresiasi langkah PT Timah yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah salah satu pasal di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Kami berikan apresiasi setinggi-tingginya kepada PT Timah yang sudah berani memecah kebuntuan selama ini terkait dengan minimnya pengembalian kerugian keuangan negara dibanding dengan nilai kerugian negara yang terjadi. Sehingga sebanyak apapun pelaku yang ditangkap dan diajukan ke muka persidangan, pada akhirnya negara dan rakyat Indonesia tetap terpuruk tanpa bisa dikembalikan kerugiannya,” kata Praswad, dikutip dari DetikCom, Sabtu (15/3/2025).
Mantan penyidik senior KPK ini menilai para koruptor tidak bertanggung jawab jika hanya dibebankan ganti rugi sebesar hasil korupsi yang diterimanya. Meskipun, katanya, keuangan negara merugi lebih dari apa yang didapat oleh para koruptor.
“Hal ini tentu saja menempatkan negara terus menerus sebagai korban terakhir yang selalu tidak berdaya untuk diselamatkan,” ucapnya.
Praswad menyebut gugatan PT Timah ini merupakan tindakan nyata demi memiskinkan koruptor. Menurutnya, koruptor hanya bisa dimiskinkan dengan regulasi dan sistem penindakan korupsi yang mendukung untuk menyita hartanya dengan cara yang legal serta daya jangkauan yang seluas-luasnya.
“Gugatan ini adalah tindakan konkret dalam memiskinkan koruptor, bukan hanya dengan slogan dan jargon-jargon belaka. Koruptor tidak akan pernah bisa dimiskinkan dengan gimik dan buaian narasi janji-janji kampanye. Semoga segera bisa dikabulkan oleh MK gugatan yang sangat material dan bermanfaat untuk upaya pemberantasan korupsi ini,” ujarnya.
Sebelumnya, PT Timah meminta MK mengubah salah satu pasal di dalam UU Tipikor. Pasal itu berkaitan dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Harvey Moeis dkk.
UU Tipikor yang masih berlaku di Indonesia yaitu UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001. Pasal yang digugat yaitu Pasal 18 ayat (1) huruf b yang bunyinya:
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Dalam gugatan yang didaftarkan pada 3 Maret 2025, PT Timah diwakili sejumlah kuasa hukum. Mereka menilai pasal itu sudah tidak relevan sehingga meminta MK mengubah pasal itu menjadi:
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi.
Dalam permohonannya, PT Timah menyinggung perkara Harvey Moeis dkk terkait kasus timah. Perkara itu sejauh ini sudah menjerat Harvey Moeis dan 9 orang terdakwa yang putusannya sudah berada di tingkat banding.
Dalam putusan itu disebutkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 300 triliun yang terdiri dari kerugian negara atas kerusakan lingkungan Rp 271 triliun dan sisanya kerugian negara terkait sejumlah hal seperti kerja sama penyewaan alat proses pelogaman timah yang tidak sesuai ketentuan dan sebagainya.
Putusan di tingkat banding itu pada intinya membebankan pembayaran uang pengganti pada Harvey Moeis dkk sebanyak Rp 25,4 triliun. Atas dasar itu, PT Timah melayangkan gugatan ke MK.
(Red)