Jakarta, ebcmedia – Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali perkara-perkara tindak pidana korupsi yang hangat diperbincangkan dalam kancah perpolitikan juga hukum di Indonesia.
Salah satunya yang masih melekat dalam ingatan masyarakat Indonesia adalah perkara korupsi Yosi Afrianto yang menjadi kasus korupsi yang paling berpengaruh di Indonesia.
Meskipun perkara tersebut telah terjadi dua tahun lalu, namun perkara tersebut masih memiliki dampak yang signifikan terhadap keuangan negara.
Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022. Kejagung menyatakan empat tersangka tersebut yakni, Muhammad Khayam selaku Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) periode 2019-2022, Fridy Juwono selaku Direktur Industri Kimia Framasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Yosi Afrianto selaku Kepala Sub Industri Kimia Farmasi dan Tekstil di Kemenperin dan terakhir, F Tony Tanduk selaku Ketua Asosiasi Industri Pengelolaan Garam Industri Indonesia.
Modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka adalah merekayasa data kebutuhan dan distribusi garam industri sehingga seolah-olah dibutuhkan impor garam sebesar 3,7 juta ton.
Akibatnya, impor garam industri menjadi berlebihan dan membanjiri pasar garam konsumsi domestik, yang dapat diperkirakan kerugian tersebut mencapai kurang lebih 7,6M.
Kita dapat mengingat serta melihat kembali atas perkara tersebut Hakim Majelis Dalam amar putusanya, menyatakan para terdakwa Fredy Juwono, M Khayam, Frederik Toni Tanduk, Yosi Arfianto, telah terbukti memberikan fasilitas garam impor industri pada tahun 2019 hingga 2022 kepada PT. SLM, sehingga merugikan negara sebesar Rp 7,623 miliar.
Majelis juga menjatuhkan pidana penjara kepada Fredy Juwono (FJ) selama 2 tahun 6 bulan dan denda Rp50 juta dengan subsidair 2 bulan kurungan, Yosi Afrianto (YA) dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 2 bulan, Fredik Toni Tanduk (STT) selama 3 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 2 bulan, sementara M. Khayam tidak ada dalam putusan tersebut yang boleh dibilang lolos dari jeratan hukum.
Apabila kita mencermati lebih jauh lagi, untuk semua pelaku tindak pidana korupsi khususnya tindak pidana korupsi garam ini mereka tidak hanya terindikasi merugikan negara tetapi juga memberikan dampak spesifik untuk keluarga mereka.
Adanya dampak emosional yang harus dihadapi keluarga di lingkungan sekitarnya karena rasa malu, secara finansial hal ini juga berpengaruh seperti tidak lagi dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan dan mungkin juga harus membayar biaya hukum dan biaya lainnya yang terkait dengan kasus korupsi tersebut.
Dampak sosial di lingkungan masyarakat juga sangan mempengaruhi psikologis keluarga, mereka akan mengalami isolasi sosial karena masyarakat sekitar mungkin tidak lagi ingin berinteraksi dengan mereka dan juga merasa sulit untuk memulihkan reputasi keluarga mereka karena kasus tersebut.
Integritas adalah dasar kepercayaan, sehingga dengan alasan apapun tindak pidana korupsi harus dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hukum dan tidak hanya negara yang merugi, reputasi keluarga pun menjadi taruhannya.
(Red)