Jakarta, ebcmedia – Untuk kesekian kali trial by the press atas pemberitaan yang overlaping di era keterbukaan informasi kembali terjadi, terutama soal pemberitaan kasus korupsi.
Mantan Mc Protokoler Eksternal Mabes Polri menyoroti hal tersebut terkait pemberitaan pengumuman status tersangka yang mendahului informasi resmi dari instansi berwenang. Yakni beredarnya judul berita Status tersangka Sekretaris Mahkamah Agung yang disebut dengan nama jelas, tapi isi dan badan berita justru kebalikannya.
Menurutnya, era keterbukaan informasi telah kebablasan seiring dengan judul berita yang mengabaikan asas praduga tak bersalah dan menjadi hakim jalanan bagi object berita maupun keluarga.
Dia mencontohkan beberapa pemberitaan yang merugikan bahkan tidak mendidik seperti peristiwa kebocoran sprindik Budi Gunawan beberapa waktu lalu, hingga terkini soal status tersangka atas nama sekretaris Mahkamah Agung tersebut.
“Apakah mereka (awak media) tidak memikirkan jika hal tersebut menimpa kepada keluarga mereka sendiri?,”ujarnya mengkritisi persaingan tidak sehat media untuk mendapatkan berita :ekslusif’, tercepat dan terdepan, telah mengabaikan norma.
Dia menambahkan, pengumuman tersangka sebuah lembaga hukum (terutama KPK) seharusnya menjadi sakral dan merupakan ‘malaikat’ menyampaikan informasi (wahyu).
Tetapi kemudian rusak oleh oknum awak media tersebut sehingga masyarakat dibuat gaduh.
Bahkan ironinya terkait kasus ‘BG’ menjadi boomerang bagi pimpinan KPK dan oknum yang bekerja sama membocorkan informasi tersebut.
“Seandainya benar status orang tersebut adalah tersangka hal tersebut mutlak domain instansi penegak hukum yang mengumumkan yakni KPK,” katanya.
Dia menilai pasti semua orang akan menerima dan legowo terutama pihak tersangka berserta keluarga dan kolega akan menghormati proses hukum tersebut.
“Proses hukum pasti dihormati jika memang institusi resmi (KPK) memang telah mengumumkannya,” imbuhnya.
Disesalkan, informasi tersebut bukan pengumuman resmi dari lembaga penegak hukum tapi dari ulah awak media yang mengatasnamakan sumber mendahuluinya.
Media sebagai salah satu kekuatan pilar demokrasi yang seharusnya menempatkan sebagai pengontrol tapi seolah malah menjadi ‘pemain’ terkait dinamika hukum, politik, sosial yang berkembang dimasyarakat.*** (Red)