Medan, ebcmedia – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan bahwa seluruh jajarannya selama lima tahun terakhir ini sudah meletakkan fondasi yang cukup kuat dalam menyiapkan koperasi dan UMKM (KUMKM) agar mampu menguasai pasar domestik maupun pasar global.
Hal tersebut dikatakan MenKopUKM Teten Masduki saat membuka Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Perencanaan Bidang Koperasi, UMKM, dan Kewirausahaan Tahun 2023, bertema Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan melalui Penguatan Koperasi, UMKM dan Kewirausahaan, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (29/5).
“Untuk pengembangan koperasi dan UMKM, kami pastikan sudah membangun ekosistem yang mendorong koperasi dan UMKM tumbuh dan berkembang menjadi bagian dari industri. Sehingga, kebijakan seperti ini semestinya bisa terus dilanjutkan,” ujarnya.
Menurut Teten, ekosistem yang sudah dibangun tersebut, mencakup kemudahan berusaha, akses kepada pembiayaan, akses kepada teknologi industri yang modern, hingga 40 persen alokasi belanja pemerintah membeli produk KUMKM.
Di acara yang dihadiri seluruh Kepala Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM seluruh Indonesia (provinsi dan kabupaten/kota) secara offline dan online, Menteri Teten menginginkan koperasi dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mendorong pelaku UMKM naik kelas.
Caranya, dengan mengonsolidasikan usaha-usaha kecil sehingga mereka bisa memiliki skala usaha yang masuk dalam skala ekonomi.
MenKopUKM berharap program seperti ini tetap dilanjutkan pada pemerintahan mendatang. Ia tidak ingin UMKM tertinggal di sektor-sektor ekonomi marjinal yang berteknologi rendah.
“Kita harus menyiapkan UMKM menjadi backbone ekonomi nasional yang bisa menyediakan lapangan kerja berkualitas,” ucapnya.
Bagi MenKopUKM, pihaknya akan mendesain sekecil apapun UMKM agar bisa diindustrialisasi di kemudian hari.
“Hal itu sudah dilakukan di Jepang, Korsel, dan China. Dan Indonesia harus melakukan evolusi tersebut. Kalau tidak, akan terjadi gap antara industri dan UMKM, termasuk gap kesejahteraan,” kata Menteri Teten.
Terkait Rumah Kemasan, MenKopUKM menyebutkan sekarang sudah ada 13 unit rumah kemasan dengan produk kemasan yang lebih modern dan canggih. Tujuannya, supaya nanti kemasan oleh-oleh produk UMKM bisa sekelas Jepang.
“Karena, produk UMKM Jepang itu kemasannya seperti konsep kado, bagus, dan cantik sehingga orang tergiur membeli,” katanya.
Di samping itu, Menteri Teten juga tengah menyiapkan ekosistem kelembagaan bagi koperasi, yang sejak 1992 tidak terurus dengan baik. Berbeda dengan perbankan, di mana ekosistemnya sudah demikian lengkap sejak krisis moneter pada 1998.
“Seharusnya, pemerintah lebih mengurusi koperasi, karena ini menyangkut urusan orang-orang kecil,” ucapnya.
Teten mengakui, belakangan ini banyak bermunculan koperasi simpan pinjam (KSP) bermasalah alias gagal bayar. Hal itu disebabkan karena kelemahan dalam UU Perkoperasian tahun 1992 terkait pengawasan koperasi yang dilakukan secara mandiri oleh Pengawas Koperasi.
“Sementara koperasinya sudah menjadi besar, sudah tidak memadai lagi menggunakan pola pengawasan seperti itu,” kata MenkopUKM.
Sehingga, Menteri Teten tidak menampik fakta yang menyebutkan banyaknya pelaku kejahatan di sektor keuangan yang banyak mendirikan koperasi karena pengawasan di koperasi sangat lemah.
“Banyak koperasi bermasalah yang background-nya didirikan para pebisnis. Ini menjadi bisnis uang. Bukan lagi mendirikan KSP untuk membantu usaha mikro dan kecil dalam mendapatkan pembiayaan atau modal kerja,” katanya.
Ke depan, lanjut Menteri Teten, dalam waktu bersamaan, akan mengembangkan koperasi-koperasi di sektor riil.
Misalnya, di sektor industri kelapa sawit yang sekarang masih dikuasai industri besar. Padahal, sekitar 41,2 persen lahan sawit yang ada merupakan milik petani sawit mandiri (perorangan).
“Untuk itu, kita sudah membuat kebijakan afirmasi dimana koperasi-koperasi sawit yang memiliki lahan per 1000 hektar bisa membangun pabrik CPO dan minyak makan merah yang jauh lebih sehat. Bukan minyak goreng,” kata MenKopUKM.
Dengan begitu, para petani sawit tidak akan lagi bergantung pada industri besar dalam menjual tandan buah segar (TBS).
“Tapi, bisa membuat hilirisasi sampai membuat minyak makan. Sehingga, kesejahteraan petani akan jauh lebih baik,” kata Menteri Teten.
Dampak positif lainnya, menurut MenKopUKM, harga minyak goreng tidak bisa lagi dipermainkan, karena masyarakat punya banyak pilihan.
“Yang jelas, harga minyak makan merah akan jauh lebih murah. Karena, teknologi produksinya jauh lebih sederhana, hingga konsep pabrik terintegrasi antara pabrik, kebun, dan market,” ujarnya
Bahkan, untuk urusan SNI, Menteri Teten mengungkapkan sudah beres semua.
“Yang perlu diketahui, minyak makan merah ini hanya boleh untuk petani sawit, bukan untuk industri besar,” kata MenKopUKM.*** Gio (sumber kemenkopukm).