Jakarta, ebcmedia – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda pembacaan vonis terhadap mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe terkait perkara suap dan gratifikasi.
Penundaan tersebut diputuskan setelah Lukas dinyatakan tidak hadir dalam agenda persidangan tersebut dikarenakan harus menjalani perawatan di RSPAD setelah dirinya terjatuh di toilet Rutan KPK.
“Ini sekalian dengan hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Jadi untuk seharusnya persidangan hari ini pembacaan putusan Lukas Enembe, namun demikian putusan untuk hari ini sedianya dijadwalkan hari ini belum bisa dibacakan karena terdakwa dalam keadaan sakit dan dirawat inap di RS,” kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/10/2023).
Sebelumnya, Jaksa KPK meminta pembantaran terhadap Lukas Enembe karena harus menjalani perawatan di RSPAD.
“Hari Jumat dirawat di RSPAD sehingga pada sidang hari ini tidak bisa hadir di persidangan,” jelas JPU KPK.
Kemudian atas nama kemanusiaan, majelis hakim mengabulkan permohonan pembantaran JPU KPK. Majelis Hakim juga mengungkap telah menerima hasil LAB klinik dan hasil radiologi pemeriksaan di RSPAD.
Oleh karena itu, majelis hakim mengabulkan pembantaran Lukas Enembe per tanggal 6 hingga 19 Oktober 2023.
“Atas nama kemanusiaan dan demi menjaga kesehatan terdakwa serta selama pemeriksa persidangan, Majelis Hakim berpendapat permohonan dari PU KPK mengenai pembantaran terdakwa dengan alasan kesehatan tersebut di atas dihubungkan hasil pemeriksa LAB Klinik dan hasil radiologi RSPAD atas nama Lukas tertanggal 7 Oktober cukup beralasan dikabulkan, penahanan terdakwa harus dibantarkan terhitung 6 Oktober sampai 19 Oktober,” terang hakim ketua
“Mengabulkan permohonannya penuntut umum dari KPK. Memerintahkan penuntut umum untuk melakukan pembantaran terhadap Lukas sejak tanggal 6 Oktober sampai 19 Oktober di RSPAD,” lanjutnya.
Lukas Enembe didakwa menerima uang suap sebesar Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar dalam dugaan kasus suap dan gratifikasi sejumlah proyek pembangunan di Papua. Lukas dituntut selama 10,5 tahun penjara, denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 47,8 miliar serta pencabutan hak politik selama lima tahun.
Jaksa menjelaskan, pada tahun 2018 Lukas Enembe menerima sejumlah uang dari pemilik PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi sebesar Rp10,4 miliar dan juga menerima uang sebesar Rp35,4 miliar dari Rijantono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo untuk memenangkan sejumlah dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua.
Lanjut jaksa, Lukas juga menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun dan tidak melaporkannya kepada KPK dan dianggap sebagai gratifikasi.
Atas perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi. (Dian)