Adanya Diskriminasi soal Caleg Pekerja, Partai Buruh Gelar Demo di Bawaslu

oleh -1345 Dilihat
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Partai buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Bawaslu terkait adanya diskriminasi yang dialami oleh pekerja atau buruh yang berpolitik menjadi caleg dan juga kader partainya.

Ketua Tim Kampanye Nasional Partai Buruh, Said Salahudin mengatakan diskriminasi itu ditemukan sepanjang tahapan Pemilu.

“Sejak dimulainya tahapan verifikasi partai politik, banyak terjadi kasus pekerja/buruh yang dilarang oleh instansi atau perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi pengurus, bahkan untuk sekedar menjadi anggota Partai Buruh,” kata Said di depan gedung Bawaslu, Jakarta Pusat pada Selasa (2/1/2024).

Said membandingkan dengan pimpinan dan juga petinggi perusahaan yang dengan bebasnya berpolitik. Sedangkan, para pekerja yang berpolitik menerima ancaman berupa pemecatan dan pemutusan kontrak.

“Untuk para bos dan pemegang jabatan di level manajemen bisa dengan bebas berpartai, tetapi buruhnya dilarang berpolitik. Ancamannya selalu seragam: jika berpolitik akan dipecat atau kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang,” lanjutnya.

Bahkan Said mengatakan banyak caleg Partai Buruh yang dipaksa cuti tanpa upahnya dibayar. Bahkan ada yang dipaksa untuk mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

“Kondisi lebih parah terjadi di masa tahapan pencalonan. Banyak caleg Partai Buruh yang dipaksa cuti tanpa dibayarkan upahnya. Sebagian yang lain diminta mengundurkan diri setelah ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU,” paparnya.

Dengan adanya kasus diskriminasi tersebut, Partai Buruh menilai Bawaslu hanya berdiam diri dan tidak menjalankan tugasnya sebagai fungsi pencegahan. Bahkan Bawaslu membenarkan adanya pencoretan kader dari DCT DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Padahal, setiap warga negara termasuk buruh memiliki hak untuk berpolitik.

“Kasus-kasus diatas sejatinya tidak akan terjadi jika Bawaslu menjalankan “fungsi pencegahan” dengan cara mengingatkan instansi dan perusahaan tentang hak politik para buruh. Sayangnya, Bawaslu hanya berdiam diri. Bahkan Bawaslu membenarkan tindakan pencoretan kader Partai Buruh dari DCT DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Padahal Bawaslu seharusnya justru berperan melindungi hak politik warga negara,” tegasnya.

Said menyebutkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003 bahwa Hak konstitusional warga negara untuk berpolitik (political right), khususnya hak untuk dipilih (right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan konvensi internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.

Untuk itu, Partai Buruh mengambil sikap tegas dengan mendesak kepada Bawaslu untuk, pertama, menerbitkan himbauan kepada instansi pemerintah, BUMN/BUMD, maupun perusahaan swasta untuk tidak melakukan tindakan pelarangan, pengancaman, serta intimidasi kepada pekerja/buruh yang menjadi anggota, pengurus, termasuk menjadi calon anggota legislatif atau caleg. Bawaslu harus memberikan jaminan kebebasan berpolitik kepada para pekerja/buruh.

Kedua, Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara asal Partai Buruh yang dicoret dari DCT melalui mekanisme Koreksi Putusan dengan cara membatalkan Putusan Bawaslu Sulawesi Utara, sebagaimana hal tersebut dibenarkan menurut ketentuan Pasal 85 Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum. (Dian)

No More Posts Available.

No more pages to load.