Jakarta, ebcmedia – Komisi Perlindangan Anak Indonesia (KPAI) mengeluarkan sikap terkait kasus bullying yang menimpa anak AL (17) di sekolah swasta Tangerang Selatan, Binus School Serpong.
Anggota KPAI Diyah Puspitarini menegaskan, pihaknya menilai dampak dari perundungan tersebut bukan hanya berdampak negatif pada korban tetapi juga berlaku untuk para pelaku, anak-anak yang menyaksikan serta pihak sekolah itu sendiri.
Menurutnya, kasus perundungan yang menimpa anak AL (17) yang diduga dilakukan oleh 8 anak siswa dan 3 orang dewasa di salah satu sekolah swasta di Serpong memberikan dampak yang mengancam semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi anak yang di-bully tetapi juga bagi pelaku bahkan bagi anak-anak yang menyaksikan bullying tersebut serta berdampak juga bagi sekolah.
“Dampak dari kasus ini tidak bisa dianggap sepele, dan semakin menyadarkan kita semua untuk lebih memperhatikan anak-anak korban perundungan,” ujarnya di Kantor KPAI, Selasa (27/2/2024).
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, KPAI melakukan pengawasan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Diyah yang bertugas menangani klaster anak korban kekerasan fisik/psikis itu menjelaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang Selatan dalam rangka telaah dengan mengkaji informasi sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang komprehensif dan utuh pada 19 Februari 2024 lalu.
Pada 20 Februari 2024, KPAI melakukan pengawasan langsung ke Polres Metro Tangerang Selatan untuk melakukan asistensi dengan Polda Metro Jaya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan UPTD PPA Kota Tangerang Selatan.
Selanjutnya pada 21 Februari 2024 KPAI bersama Inspektorat Jenderal Kemendikbud Ristek, Kemen PPPA, Kementerian Sosial dan DP3AP2KB Kota Tangerang Selatan menemui pihak Sekolah Binus School Serpong dan ditemui oleh tim kuasa hukum, bukan Kepala Sekolah.
“Dalam pertemuan itu, pihak sekolah menyampaikan informasi bahwa anak yang terlibat saat ini masih bersekolah dengan menjalani pembelajaran jarak jauh dan tetap dipantau oleh sekolah, sehingga hak pendidikannya tetap didapatkan,” lanjutnya.
Pada 22 Februari 2024 KPAI mengawasi proses pemanggilan anak saksi dan memastikan anak-anak sudah mendapatkan pendampingan dari orang tua/wali murid, Balai Pemasyarakatan (BAPAS), dan psikolog. Pada saat mendengar saksi diketahui bahwa mereka sudah dikeluarkan dari sekolah.
Setelah itu pada 23 Februari 2024 KPAI memastikan proses pengisian Berita Acara Prmeriksaan (BAP) saksi selesai dan mendesak agar segera dilakukan gelar perkara.
Kemudian KPAI bersama Itjen Kemendikbud Ristek dan KemenPPPA menemui sekolah, namun KPAI dan Kemen PPPA tidak mendapatkan respon yang positif dari pihak sekolah. Kedatangan kedua, KPAI melakukan klarifikasi yang diberikan dari pihak sekolah atas hak pendidikan anak.
“Namun upaya gagal karena ketidakterbukaan pihak sekolah,” sambung Diyah.
Selanjutnya, KPAI mengadakan pertemuan dengan Kemen PPPA, DP3AP2KB Kota Tangerang Selatan dan orang tua siswa dengan mendengarkan informasi dari orang tua tentang hak pendidikan anak saksi, hadir perwakilan 3 orang anak saksi.
Dalam pertemuan ini, Itjen Kemendikbud Ristek menyampaikan akan memastikan siswa yang terlibat tidak hilang hak atas pendidikan serta dapat mengikuti ujian kelas 12. (Dian)