Jakarta,ebcmedia-Dunia transportasi Indonesia kembali berduka. Bus Trans Putera Fajar yang mengangkut rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok mengalami kecelakaan di daerah Subang, Jawa Barat. Kecelakaan ini menelan korban jiwa, 11 orang meninggal. Saat ini Polisi dan pihak terakait masih sedang melakukan penyelidikan dari kecelakaan tersebut.
Menurut Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam (SKA) Lembaga Ketahanan Nasional RI (Lemhanas) Edi Permadi, dari musibah kecelakaan Bus Trans Putera Fajar ini, ada sejumlah hal yang sudah bisa terlihat dan harus mendapat perhatian untuk perbaikan.
Edi mengutarakan, kondisi jalan terlihat cukup baik walaupun perlu ada peningkatan secara khusus terkait dengan adanya rambu sebelum turunan agar para pengendara bisa mengantisipasinya. Dengan adanya rambu, misalkan turunan atau belokan tajam, pengendara bisa mengurangi kecepatan maksimum, dan penggunaan gigi rendah sebelum masuk ke jalan menurun.
“Aspek lainnya adalah kondisi kendaraan dan kompetensi serta kesehatan atau kesiapan sopir. Dalam hal ini ada yang perlu ditekankan berkaitan dengan kemampuan dan kompetensi sopir dalam melakukan antisipasi kondisi darurat dan juga antisipasi keamanan dari kendaraan sebelum dikendarai,” jelasnya.
Edi melihat bahwa kemampuan devensive driving perlu ditingkatkan atau dimiliki oleh pengemudi kendaraan umum. Kemampuan defensive driving adalah pengecekan list keamanan kendaraan sebelum memulai perjalanan. Bila salah satu dari sistem keamanan kendaraan tidak berfungsi, maka segera melakukan perbaikan atau menunda perjalanan.
Kemampuan pengendara perlu juga ditingkatkan untuk dapat mengendalikan kendaraan truk atau bus. Dalam konteks rem, Edi menyebutkan ada tiga sistem pengereman dalam truk maupun bus. Pertama, ada hidrolik, kedua air over hydraulic (AOH), dan ketiga full air brake (FAB). Untuk tipe sistem hidrolik yang memakai minyak rem, tentu gaya pengeremannya tergantung pada pijakan kaki, baik kuat atau lemahnya. Sistem hidrolik juga sering dibantu dengan booster. Kemudian karena memakai cairan, pengecekan kebocorannya juga lebih mudah.
Sistem rem kedua adalah AOH, di mana sistem ini gabungan dari hidrolik dan pneumatic (udara). Sistem pneumatic menekan piston silinder yang nantinya menekan kampas rem secara hidrolis. Namun, masalah dari sistem AOH ini adalah ketika sistem hidrolisnya bocor, maka rem akan blong. Oleh karena itu, muncul sistem pengereman ketiga yakni FAB atau semuanya sudah menggunakan udara bertekanan tinggi.
“Selain dari sistem rem tersebut, defensive driving adalah kompetensi untuk mengurangi kecepatan dengan menurunkan ke gigi lebih rendah dan tetap mengendalikan stir pengemudi,” imbuhnya.
Dari sisi penegakan compliance, Edi mengklasifikasi, untuk kendaraan umum dan kendaraan berisiko tinggi perlu ditingkatkan. Pengemudi dapat menolak bila ketika pengecekan kendaraan ditemukan kondisi tidak aman. Pemegang izin atau perusahaan wajib untuk menjaga kendaraan dalam kondisi aman dan layak beroperasi. Proses penegakan hukum berkaitan dengan compliance sangat perlu ditegakkan untuk menghindari fatality atau korban berikutnya.
Terakhir adalah penggunaan rem tangan dan juga kemampuan pengemudi untuk memahami. Itu semua juga menjadi bagian dari mengendalikan kendaraan selama salah satu dari sistem tidak berfungsi secara tiba-tiba pada saat berkendara.
Edi menyampaikan, sebagai mahluk Tuhan selain dari kemampuan pengecekaan sebelum berkendara, memiliki kemampuan defensive driving kita tetap berdoa agar terus dilindungi secara aman dan selamat sampai tujuan. (Fathul)