Jakarta, ebcmedia – Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan membentuk 44 kementerian.Kabinet gemuk ini dinilai justru tidak akan efisien, sebab akan menambah jumlah anggaran baru untuk belanja pegawai dan kebutuhan lain sehingga akan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan menilai, sayangnya pembentukan kabinet yang gemuk ini hanya untuk mengakomodir kepentingan politik partai-partai yang telah mendukung kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024. Ditambah lagi, Prabowo juga sedang berupaya untuk merangkul kelompok politik yang berseberangan dalam pilpres untuk mendukung berjalanya pemerintahan ke depan.
“Saya lihat Prabowo akan mengedepankan stabilitas politik sehingga politik akomodir merupakan upaya untuk dapat merangkul semua kelompok politik yang ada di Indonesia,” kata Hasyibulloh.
Sehingga ia menilai kementerian yang banyak itu bisa berjalan efektif jika ditempati oleh orang-orang profesional atau ahli di bidangnya.
“Sesuai rencana Prabowo membentuk zaken kabinet atau kabinet yang profesional tentu kita semua berharap formasi kabinet bisa efektif menjalankan fungsinya masing-masing demi kepentingan masyarakat banyak,” kata Hasyibulloh.
Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai gemuknya kabinet Prabowo menandai buruknya perencanaan dalam membentuk kementerian.
“Tentu saja terkait dengan akomodasi kekuasaan, karena besarnya kabinet akan lebih kental nuansa balas jasa, selain itu akan kian besar porsi APBN yang digunakan,” ucapnya.
Dia pun meragukan jika Prabowo akan benar-benar membentuk zaken kabinet, atau kementerian yang diisi oleh orang yang ahli di bidangnya. Sebab terlihat saat Prabowo justru sedang membentuk koalisi besar di mana Prabowo mau tak mau harus mengakomodasi pendukungnya di Pilpres lalu.
“Sulit membayangkan pemerintahan Prabowo diisi oleh zaken kabinet, penandanya jelas di mana Prabowo justru membentuk koalisi besar, bahkan hingga di pilkada, ini menandai sikap Prabowo yang jelas mereplikasi Jokowi akan membentuk kabinet sama seperti cara Jokowi, bahkan selain mitra koalisi parpol, Prabowo besar kemungkinan memboyong tim sukses menduduki banyak jabatan elit,” ujar dia.
Pengamat Politik Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai Prabowo harus menjelaskan secara rasional alasan dirinya membentuk 44 kabinet kepada publik. Sebab kata dia, publik menilai gemuknya kabinet ini sebagai upaya politik akomodasi, terutama untuk memberikan tempat bagi parpol yang kalah.
“Jadi kesannya adalah sharing power untuk memperluas kekuasaan politiknya. Itu kesan di kalangan publik, sehingga harus dieksplanasi apa alasannya harus ada 44 kementerian apakah alasan kinerja atau alasan akomodasi,” ujarnya.
Kabinet gemuk ini, juga dikhawatirkan akan membebani anggaran negara dan hanya akan tumpang tindih dengan kementerian yang sudah ada.
“Dari 34 kementerian yang sudah ada sebenarnya bisa tercover dengan baik dan dikhawatirkan dengan adanya penambahan menteri jadi 44 hanya akan tumpang tindih,” ujarnya.
Ia berharap Prabowo memilih menteri yang benar-benar memiliki kapasitas agar percepatan program andalannya seperti makan gratis dan ketahanan pangan dapat segera berjalan.
“Mungkin dengan semakin banyak menteri akan semakin mudah eksekusi program andalan, misalnya kementerian khusus untuk mempercepat program-program mercusuar seperti makan gartis, ketahanan pangan. Saya kira itu akan ada kementerian khusus,” pungkasnya.
(Dhio)