Jakarta, ebcmedia – Layanan pinjaman online atau yang sering disebut dengan istilah pinjol semakin diminati oleh masyarakat karena menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh dana. Namun, keberadaan pinjol tanpa OJK cukup mengkhawatirkan.
Pinjol Tanpa OJK adalah layanan pinjaman online yang tidak terdaftar atau diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun mungkin terlihat menarik dengan proses pencairan dana yang cepat dan persyaratan yang mudah, pinjol jenis ini membawa sejumlah risiko yang perlu diwaspadai.
Pinjaman Online (Pinjol) yang tidak di awasi OJK sering kali menghadapi masalah, seperti suku bunga yang sangat tinggi, praktik penagihan yang tidak etis, hingga potensi penyalahgunaan data pribadi.
Mengulas lebih jauh tentang bahaya dan resiko pinjol yang tidak di awasi OJK serta mengapa penting untuk berhati-hati sebelum memutuskan menggunakan layanan ini. Dirangkum dari Liputan6.com dan berbagai sumber, Senin (23/9/2024).
1.Keamanan Data Pribadi
Salah satu risiko terbesar dari pinjol tanpa OJK adalah terkait keamanan data pribadi. Pinjol ilegal tidak terikat dengan regulasi perlindungan konsumen yang ditetapkan OJK, sehingga sering kali menyalahgunakan data pribadi yang dikumpulkan dari peminjam. Ketika nasabah mengajukan pinjaman di platform tanpa pengawasan, data pribadi seperti nomor telepon, alamat, nomor KTP, dan informasi keuangan lainnya bisa dijual atau dibagikan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan nasabah.
2. Suku Bunga Tinggi dan Tidak Masuk Akal
proses cepat dan syarat mudah untuk mendapatkan dana. Namun, dibalik kemudahan ini, terdapat suku bunga yang sangat tinggi dan tidak masuk akal. Pinjol tanpa OJK biasanya memberlakukan suku bunga yang jauh melebihi batas yang diizinkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Berdasarkan aturan AFPI, suku bunga pinjaman berkisar dari 0,067% hingga 0,3% per hari, tergantung dari jenis pinjaman, apakah untuk kebutuhan produktif atau konsumtif.
3 Biaya Layanan Hingga Penagihan yang Tidak Etis
Salah satu praktik umum di pinjol ilegal adalah menetapkan biaya administrasi yang sangat tinggi, bahkan mencapai 30% dari total dana yang dipinjam. Misalnya, jika nasabah meminjam Rp 1.000.000, hanya Rp 700.000 yang diterima karena sisa Rp 300.000 dipotong sebagai biaya administrasi. Selain itu, jika peminjam terlambat membayar, denda keterlambatan akan terus bertambah setiap hari, membuat jumlah utang semakin membengkak.
Metode penagihan yang kasar dan tidak manusiawi menjadi resiko terbesar dalam pinjol ilegal. Ketika seorang peminjam gagal membayar atau terlambat melunasi hutangnya, perusahaan pinjol ilegal tidak segan-segan menggunakan taktik penagihan yang intimidatif. Pada awalnya, pihak pinjol mungkin mengirimkan pengingat melalui pesan email, SMS, atau telepon. Namun, jika hal ini diabaikan oleh debitur, mereka akan menggunakan cara yang lebih agresif.
Pinjol ilegal sering kali menggunakan jasa debt collector yang meneror peminjam secara langsung. Mereka bisa datang ke rumah peminjam dan menagih dengan cara yang mengganggu dan meresahkan kehidupan pribadi. Lebih parah lagi, mereka juga bisa menghubungi kerabat, teman, atau rekan kerja peminjam, sehingga mempermalukan dan menekan secara sosial. Tindakan ini tidak hanya mengganggu kehidupan pribadi peminjam, tetapi juga merusak hubungan sosial dan profesional mereka.
(Red)