Jakarta, ebcmedia – Pada 6 September 2024 terdapat perwakilan yang mengatasnamakan perusahaan PT CPS memberikan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) Nomor: 12072410513100013 kepada perwakilan warga Pulau Pari yang berada di Pelabuhan Kaliadem Jakarta Utara. Intinya dokumen tersebut adalah bahwa PT CPS mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dengan detail kegiatan usaha yaitu Cottage Apung dan Dermaga Wisata dengan luas lokasi usaha seluas 1,8 Ha yang berada di dalam gugusan Pulau Pari.
Merespon hal tersebut, perwakilan warga Pulau Pari yang terdiri dari nelayan, perempuan pulau pari, dan pengelola wisata, datang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Investasi /BKPM. Kedatangan perwakilan warga Pulau Pari adalah untuk menyatakan sikap penolakan terhadap rencana pembangunan yang akan dilakukan oleh korporasi dan difasilitasi oleh KKP dan Kementerian Investasi/BKPM.
Salah satu perwakilan nelayan yang juga sebagai Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3), Mustaghfirin menyebutkan bahwa sebagai warga Pulau Pari menyatakan menolak dengan tegas adanya rencana pembangunan di area Gugusan Pulau Pari oleh korporasi.
“Pembangunan ini sangat berpotensi untuk merusak ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang yang selama ini telah dijaga dan dikelola oleh warga Pulau Pari secara swadaya,” jelas Mustaghfirin.
Hal senada disampaikan Asmania sebagai perwakilan perempuan Pulau Pari yang menyebutkan bahwa pembangunan cottage apung dan dermaga wisata tersebut akan merampas ruang kelola warga Pulau Pari yang selama ini telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.
“Kami menanam dan menjaga mangrove, lamun dan terumbu karang yang ada di Kudus Lempeng dimana lokasi tersebut akan dibangun cottage apung dan dermaga wisata yang mungkin akan dibangun dengan cara menimbun laut atau mereklamasi. Kami perempuan juga akan merasakan dampak dari pembangunan tersebut, terutama hilangnya akses kami ke wilayah tersebut,” tegas Teh Asmania.
Dalam penyusunan dan penerbitan PKKPRL tersebut, tidak ada disediakan ruang sosialisasi maupun konsultasi serta tidak melibatkan warga Pulau Pari sebagai pemilik hak utama atas darat dan laut yang ada digugus Kepulauan Pari. Seharusnya warga Pulau Pari disedikan kesempatan untuk mengetahui dan menyatakan pendapat untuk menolak rencana tersebut.
“Kami sebagai warga Pulau Pari tidak tahu apapun terkait PKKPRL tersebut. Padahal kami warga yang akan terdampak proyek tersebut seharusnya dimintai persetujuan, ataupun konfirmasi kepada kami. Menurut kami ini adalah upaya untuk merampas laut kami yang selama ini telah kami kelola,” tegas Mustaghfirin.
“Kami sebagai nelayan, perempuan nelayan, serta entitas kelompok warga Pulau Pari lainnya yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP), menolak secara tegas adanya PKKPRL dan pembangunan lainnya yang merusak dan merampas ruang laut kami. Warga Pulau Pari adalah pemegang hak utama dari tanah dan laut di Pulau Pari. Pulau Pari telah dikelola oleh masyarakat secara komunal dan swadaya, bahkan lebih dari ..(sekarang generasi keberapa).. generasi.
Kami meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Investasi dan BKPM untuk mencabut dan membatalkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dengan Nomor: 12072410513100013 kepada PT Central Pondok Sejahtera. Kami meminta dan menekankan kepada KKP serta Kementerian Investasi/BKPM untuk tidak menerbitkan PKKPRL yang ada digugus Kepulauan Pari!,” tegas Mustaghfirin, Ketua Forum Peduli Pulau Pari.
(Dhii)