Jakarta, ebcmedia – Kegiatan pembagian takjil buka puasa bersama di Jin De Yuan, dikenal juga dengan Klenteng Petak Sembilan sudah berlangsung bertahun-tahun dan ternyata ada beberapa warga Tionghoa yang ikut antri.
Hal ini tidak masalah, karena pengurus Jin De Yuan juga lebih mengedepankan suasana kebersamaan, walaupun prioritas takjil untuk warga sekitar yang kurang mampu.
“Anak-anak, orang dewasa antri disini (takjil buka puasa). Prioritasnya memang untuk warga yang kurang mampu dan berpuasa. Saya kan juga kurang mampu, jauh-jauh dari Tanjung Priok (Jakarta Utara) mau makan gratis,” Lie Thay Fei (65) mengatakan kepada Redaksi.
Ia mengaku sebagai umat Katolik, dan belum punya pekerjaan tetap alias setengah menganggur. Sehingga kesempatan untuk dapat jatah takjil tidak disia-siakan. Antrian takjil mulai dibuka sekitar jam 6 sore, saat adzan Maghrib mulai berkumandang.
Biasanya petugas langsung menyerukan warga untuk angkat tangan bagi yang berpuasa. Setelah itu, mereka disuruh pindah pada barisan terdepan untuk ambil takjil.
“Biasanya saya tunggu sekitar 15 menit. Saya nggak puasa, saya nggak angkat tangan. Petugas kan bisa lihat wajah kami, sehingga ketahuan puasa atau tidaknya,” kata Thay Fei yang hidup sebatang kara di rumah bekas kedua orang tuanya di Tanjung Priok.
Ia mengaku, dulunya (1989 – 1991) sempat kursus Bahasa mandarin di Taipeh Taiwan. Ia juga belajar sambil bekerja di pabrik yang memproduksi pelat-pelat nomor kendaraan di Taiwan. Tapi pas pergantian presiden negeri Taiwan, dari Lee Teng-hui (1988 – 2000) menjadi Chen Shui-bian, ia balik ke Indonesia.
Saat itu, ada kebijakan yang dianggap kurang mumpuni terhadap Hoakiau (orang Tiongkok yang lahir di perantauan, termasuk Indonesia).
“Setelah kembali ke Indonesia, sulit cari pekerjaan. Saya hanya bantu teman saja. Selama bulan puasa, saya bisa hemat untuk uang makan. Saya naik busway (dari Tanjung Priok) turun di halte Kali Besar, lalu jalan kaki kesini (Jin De-yuan),” kata pemilik nama Indonesianya, Surya.
Baginya, nasib orang tak ada yang tahu termasuk kisah perjalanan hidupnya. Dulu waktu masih remaja ia beberapa kali berkumpul dan bermain dengan temannya, Iwan yang notabene juga teman akrab Jusuf Hamka.
Alun, nama kecil Jusuf Hamka, Iwan dan dirinya sering temu bermain di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, Jl. Lautze Pasar Baru Jakarta Pusat. Ibaratnya ia sudah seperti ajudan Iwan yang hidupnya serba berkecukupan.
Sama seperti Babah Alun (panggilan akrab Jusuf Hamka) yang lahir dari keluarga berkecukupan.
“Dia tahu, saya jujur, tidak pernah menipu. Iwan yang pertama kenali kepada Jusuf Hamka. Lalu saya kerja di pabrik kayu di Marunda, rekomendari Iwan dan Babah Alun.”
“Sekarang Iwan sudah kena stroke. Kadang saya bawakan makanan untuk dia. Nasib seseorang siapa yang tahu?,”
“Babah Alun sekarang jadi Boss jalan tol (PT Citra Marga Nusaphala Persada, investor 7 jalan tol) dan pengurus Yayasan Klenteng Petak Sembilan, yang hampir setiap harinya saya antri takjil,” kata Thay Fei yang pernah kerja sebagai waiter di nite club Blue Ocean (1978 – 1983).***Liu /sr.