Catatan Gubernur Ali Mazi tentang Pemaksimalan Nikel di Sulawesi Tenggara

oleh -759 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta,20 Juni 2023,ebcmedia-Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi, S.H., menyampaikan catatannya tentang program peningkatan nilai tambah bijih nikel di Sulawesi Tenggara.

Pemerintah telah melarang ekspor bijih mineral logam. Dimulai dari penghentian ekspor bijih nikel, disusul bijih bauksit, dan akan diberlakukan kebijakan sama untuk komoditas mineral logam lainnya.

Khusus nikel, saat ini tercatat ada lima provinsi penghasil sumberdaya dan cadangan terbesar di Indonesia, yakni Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat. Di keempat provinsi ini sudah berdiri dan beroperasi kawasan industri pemurnian dan pengolahan (smelter) bijih nikel.

Namun, smelter yang beroperasi dominan pirometalurgi berteknologi Rotary Klin Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan intermediatte product seperti nickel pig iron (NPI), ferronickel, dan nickel matte untuk bahan baku stainless steel. Dibandingkan smelter hidrometalurgi berteknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan produk setengah jadi, seperti mixed hydroxide precipitate (MHP) atau nikcel sulphate. Keduanya diolah lanjut untuk bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi, S.H., mempunyai catatan tentang upaya memaksimalkan bijih nikel untuk memberikan nilai tambah (value added) di Indonesia, khususnya di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan catatannya,  regulasi mengenai hilirisasi nikel mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang telah diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara.

Ali Mazi menyebutkan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara Pasal 1 angka 20 menyatakan, pengolahan adalah upaya meningkatkan mutu komoditas tambang mineral untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri.

“Pasal 120 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 menyatakan, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan operasi produksi wajib meningkatkan nilai tambah mineral dalam kegiatan usaha pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian untuk komoditas mineral logam,” jelas Ali Mazi dalam suatu acara di Jakarta.

Ali Mazi mengutarakan, Indonesia adalah produsen  bijih nikel terbesar di dunia pada 2019. Dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia, Indonesia telah memproduksi 800 ribu ton, jauh mengungguli Filipina yang memproduksi 420 ribu ton, Rusia 270 ton, dan Kaledonia Baru 220 ribu ton.

Berdasarkan pemetaan Badan Geologi Kementerian ESDM pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton (tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik 228 juta ton) dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton (terbukti 3.360 juta ton dan terkira 986 juta ton).

“Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat adalah provinsi dengan potensi nikel terbesar di Indonesia sampai dengan saat ini,” kata Ali Mazi.

Sumber daya hipotetik bahan galian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, disebutkan Ali Mazi totalnya 97.401.593.026 wet metric ton (wmt), tersebar di Baubau dan Buton sebanyak 1.676.332.000 wmt, Bombana 28.200.014.800 wmt,  Konawe 1.585.927.189 wmt, Konawe Utara 46.007.440.653, Konawe Selatan 4.348.838.160 wmt, Kolaka 12.819.244.028 wmt, dan Kolaka Utara 2.763.796.196 wmt.

Pemprov Sultra menargetkan PNBP dari sektor pertambangan pada 2017 sebesar Rp 222.208.502.958, dan  terealisasi Rp 256.996.000.565 (capaian 116% per  tahun). Tahun 2022, target PNBP sebesar Rp 1.200.374.661.000, terealisasi Rp 4.407.193.152.551 (capaian 367% realisasi triwulan IV).

“Pemerintah pusat resmi melarang ekspor bijih mineral nikel sejak Januari 2020 dan fokus pada hilirisasi. Kebijakan hilirisasi berdampak positif terhadap nilai ekspor turunan nikel selama tiga tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor bijih nikel pada 2010-2019 atau 10 tahun, rata-rata mencapai US$ 710,095 juta dengan volume menembus 23,28 juta ton,” tuturnya.

Sementara itu, ekspor ferronickel mencapai US$ 789,43 juta dengan volume mencapai 485.521 ton. Ekspor nikel dan produk jadi dari nikel mencapai US$ 928,57 juta dengan volume 97 ribu ton. Hanya dengan kurun waktu tiga tahun (2020-2022), rata-rata nilai ekspor ferronickel mampu dilipatgandakan menjadi US$ 8,48 miliar, sementara nilai nikel dan produk olahannya melonjak US$ 2,69 miliar

Dari sisi berat, rata-rata volume ekspor ferronickel melonjak menjadi 4,05 juta ton, sementara nikel dan produk olahannya mencapai 346 ribu ton.

Ia menyampaikan, smelter nikel yang produksi di Sulawesi Tenggara ada dari PT Antam Tbk di Pomalaa, Kabupaten Kolaka dengan kapasitas produksi FeNi 27.000 mt per tahun, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Kabupaten Konawe kapasitas produksi NPI 1.000.000 mt per tahun, PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Morosi, Kabupaten Konawe dengan kapasitas produksi NPI 2.300.000-3.000.000 mt per tahun. Kapasitas produksi ini berdasarkan laporan perusahaan tahun 2022.

Kontribusi hilirisasi nikel terhadap devisa ekspor Sultra, berdasarkan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC)  Kendari per Agustus 2022, dari PT Obsidian Stainless Steel sebesar US$ 3.272.308.407 dengan volume ekspor 2.040.389.400 kg, PT Virtue Dragon Nickel Industry US$ 1.392.324.370 dengan volume ekspor 469.958.641 kg, dan PT Antam Tbk devisanya sebesar US$ 36.047.478 dengan volume ekspor 9.312.183 kg.

KPPBC juga mencatat lima perusahaan besar di Sultra yang mendominasi devisa ekspor, yakni OSS, VDNI, Antam, Graha Makmur Cipta Pratama (makanan laut), dan Wijaya Karya Aspal.

“OSS dan VDNI masih menjadi perusahaan yang dominan berkontribusi terhadap devisa negara dengan volume ekspor tertinggi,” bilang Ali Mazi.

Secara umum, lanjutnya, nilai ekspor Sultra mulai Januari hingga 31 Agustus 2022 mengalami pertumbuhan positif dari target yang ditentukan, salah satunya disebabkan kegiatan ekspor Sultra itu sudah dapat dilakukan dari Pelabuhan Kendari langsung dengan beberapa negara tujuan.

“Capaian ekspor dan impor pada Agustus 2022 mengalami peningkatan 35 persen. Ekspor masih didominasi dari sektor pertambangan,” kata Ali Mazi. (Syarif)

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.