IDI Tolak Pembahasan RUU Kesehatan Tahap Kedua

oleh -590 Dilihat
oleh
Ketua Umum PB IDI,  Muhammad Adib Khumaidi.
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menolak pembahasan lebih lanjut Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang telah selesai dibahas di tingkat pertama. PB IDI menilai  unprosedural, karena tidak melibatkan organisasi profesi, sehingga banyak pasal di dalamnya tidak mengakomodir kepentingan kesehatan masyarakat.

Umum PB IDI,  Muhammad Adib Khumaidi, menyatakan bahwa pembahasan RUU Kesehatan antara Komisi IX DPR dan pemerintah hanya mengulang kesalahan seperti pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibuslaw) yang kurang mengajak partisipasi publik lebih luas. Akibatnya kandas di Mahkamah Konstitusi.

IDI meminta pembahasan RUU Kesehatan yang akan masuk ke tingkat dua dihentikan saja. Karena tidak mengajak asosiasi organisasi profesi kesehatan, sehingga belum mengakomodir kepentingan kesehatan rakyat Indonesia.

“Rancangan Undang- Undang Kesehatan seharusnya bisa menjadi sebuah undang-undang bukan hanya untuk kepentingan kelompok. Bahkan bagi kami pun bukan hanya kepentingan profesi saja, tapi harusnya untuk kepentingan dari seluruh masyarakat rakyat Indonesia,” ungkap Mohammad Adib Khumaidi, Selasa (20/6/2023).

Ia mencontohkan, kepentingan kesehatan yang belum terakomodir terkait data kesehatan, genetika, aborsi, mandataris spending, serta lainnya. Jika poin tersebut terakomodir, maka RUU Kesehatan lebih kuat untuk kepentingan kesehatan masyarakat.

“Jadi, yang pertama yang harus kami sampaikan bahwa RUU Kesehatan ini prosesnya sudah pada pengesahan tingkat satu yang nanti akan masuk ke dalam tahapan tingkat dua, ini mengulang sejarah kelam dalam proses pembuatan regulasi Undang-Undang Cipta Kerja. Ada hal yang kemudian di dalam proses penyusunan undang-undang. Artinya, belum memberikan partisipasi bermakna di dalam Undang-Undang Kesehatan,” tambahnya.

IDI berharap kepada legislatif di DPR agar tidak mensahkan RUU Kesehatan menjadi undang-undang. Kepada Presiden, IDI berharap agar persoalan ini menjadi perhatian serius, karena untuk kepentingan kesehatan rakyat Indonesia.

“Kami masih tetap mengatakan untuk tidak dilanjutkan ke pembahasan kedua. Kami berharap ini bisa menjadi perhatian Presiden. Jika disahkan menjadi Undang-Undang Kesehatan, maka secara formil hukum cacat hukum dari sisi substansi pembuatan,” pungkasnya (Oby)

No More Posts Available.

No more pages to load.