Mamuju, ebcmedia – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) mengatakan keluarga adalah pintu utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat masuk fase Bonus Demografi.
“Kenapa kualitas SDM harus diperbaiki? Karena sebentar lagi kita akan memasuki Bonus Demografi. Bonus demografi hanya bisa dirasakan manfaatnya jika kualitas SDM baik. Oleh sebab itu, jika angka prevalensi stunting di Sulawesi Barat tidak segera diturunkan, maka dikhawatirkan tidak bisa melewati bonus demografi dengan baik. Inilah yang menjadi alasan kenapa Sulbar harus segera menurunkan angka stunting,” ujar dr. Hasto dalam sambutan di Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Ballroom Grand Maleo Hotel Mamuju, Kamis (30/11/2023).
Karena itu dr. Hasto menegaskan keluarga harus menjadi perhatian utama. Pembangunan keluarga adalah pondasi utama tercapainya kemajuan bangsa, ucap dr. Hasto.
Dalam Rakor Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulbar itu dihadiri Sekretaris Provinsi Sulbar Muhammad Idris, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perwakilan BKKBN Sulbar Resky Murwanto, anggota Forkopimda Provinsi, TPPS Provinsi dan Kabupaten, Instansi vertikal, Mitra kerja terkait,seperti IDI, IBI, TP PKK, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit Pemerintah, Organisasi Keagamaan, dan media massa.
Hasto menambahkan, tahun 2025-2035 merupakan fase puncak periode bonus demografi yang harus terus dikapitalisasi. Keluarga sehat, produktif dan berkualitas adalah tujuan program Bangga Kencana menuju Indonesia Emas 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka.
“Sulbar spesialis case Provinsi yang spesial karena peluang demografi akan menutup lebih cepat sedikit dibandingkan rata-rata yang lain, bisa 2035 sampai 2039 tetapi Sulbar secara teori 2034 padahal IPM-nya kan masih rendah salah satu sebabnya karena di sini akan memang kedatangan tenaga-tenaga yang sudah cukup dewasa usianya sehingga memacu Sulbar bonus demografinya bisa lebih cepat,” ungkap dr. Hasto.
Oleh karena itu, Sulbar dengan bonus demografinya yang dimiliki bisa lebih cepat dan menguntungkan, namun jika stuntingnya tidak lebih cepat turun maka itulah yang dinilai akan merugikan.
“Maka, harapan saya pemerintah pusat maupun daerah harus sama-sama semaksimal mungkin untuk menangani stunting di Sulbar,” imbuh dr. Hasto.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Provinsi Sulbar merupakan tertinggi kedua di Indonesia dengan angka 35,0 persen. (Gio)