Jakarta, ebcmedia – Sidang lanjutan dugaan korupsi PT Timah kembali di gelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu, (23/10/2024), sidang digelar dengan menghadirkan terdakwa Harvey Moeis, Suparta, Reza, Agustina, Emil, Hendri Gunawan, dan Helena Lim.
Dalam sidang ini terdakwa Harvey Moeis, Suparta, Reza, dan Agustina akan menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Emil, Hendri Gunawan dan Helena Lim.
Diawal persidangan Hakim Ketua mengingatkan kembali agar memberikan keterangan sebenar – benarnya. Jaksa penuntut kemudian memberikan pertanyaan pertamanya ke pada Harvey Moeis mengenai beberapa jabatan disejumlah perusahaan.
“Saya komisaris di PT Mahakarya Guna Indonesia yang bergerak dibidang pertambangan batubara,” ucapnya.
Kemudian hakim menanyakan tentang keterlibatan Harvey di PT RBT, Harvey hanya menjelaskan bahwa ia tidak terlibat langsung melainkan ia hanya berteman dengan Suparta selaku direktur PT RBT.
“Apakah saudara tahu adanya kerja sama RBT dengan PT Timah, apakah anda dilibatkan?” tanya Jaksa.
“Ya saya dilibatkan sebagai penyambung hasil rapat antara PT RBT dan PT Timah, pada tahun 2019 ia memberi tahu bahwa Suparta mempunyai Smelter timah di Bangka Belitung,” jawab Harvey.
Ia mengaku hanya belajar-belajar saja karena tidak memiliki banyak waktu,ia menjelaskan sempat diundang ke acara pisah sambut kapolda babel dan mengenalkan pak suparta ke kapolda.
“Kamu kan kenal dengan pak suparta,tolong sampaikan bahwa PT timah butuh tambang pasir,” ucap Kapolda Babel.
Ia mengaku tidak menguasai timah pada saat itu, ia hanya menyampaikan bahwa ada arahan saja dari PT RBT ke PT Timah untuk mendapatkan biji timah,
“Yang saya tahu suparta mengutus karyawannya untuk mencari penambang yang ada di IUP PT Timah,” sambungnya.
Harvey juga mengaku di Invite ke group w.a bernama New Smelter dengan diberi tugas untuk mengupdate tentang data pengiriman ke PT Timah dari PT RBT yang setelah diketahui data tersebut dari perorangan PT RBT.
“Tindak lanjut tersebut saya kirim terus, untuk memotivasi dan pada akhirnya setelah satu sampai dua bulan tidak berjalan,akhirnya saya memegang group itu untuk bertemu lagi,” tuturnya.
Setelah itu Harvey mengaku dihubungi oleh direktur PT Timah, kemudian direktur PT Timah menjelaskan adanya over suplay biji timah, menurut analisa direktur PT Timah akan ada update peraturan yang akan membuat banyaknya penumpukan biji timah.
“Saudara tau gak update peraturannya apa,” tanya Jaksa.
“Saya tidak tahu pak,” jawab Harvey.
Pertemuan selanjutnya yang dilakukan Harvey Moeis dengan Reza di sophia ia mengaku hanya mendamping dan tidak ada pembahasan mengenai PT Timah dan RBT.
Dalam kasus ini, Helena Lim, didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Jaksa mengatakan Helena memberikan sarana money changer miliknya untuk menampung uang korupsi pengelolaan timah yang diperoleh pengusaha Harvey Moeis.
Jaksa mengatakan Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) menampung uang ‘pengamanan’ dari Harvey Moeis terkait kegiatan kerja sama smelter swasta dengan PT Timah Tbk. Harvey Moeis, yang merupakan inisiator program kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah, meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan sebagai uang pengamanan. Jaksa mengatakan uang pengamanan itu dijadikan seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR), yakni sebesar USD 500-750 per ton.
Uang pengamanan seolah-olah dana CSR senilai USD 30 juta atau Rp 420 miliar itu ditampung Helena melalui PT QSE dan dicatat sebagai penukaran valuta asing. Helena merupakan pemilik PT QSE namun tak tercatat dalam akta pendirian perusahaan money changer tersebut.
(Dhii)