Mahkamah Konstitusi Mengabulkan Sebagian Gugatan Calon Kepala Daerah dan Ambang Batas Pencalonan Presiden

oleh -216 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan pasal 70 ayat 3 UU Pilkada mengenai masa cuti calon kepala daerah petahana. MK menyatakan calon kepala daerah petahana harus menjalani cuti di luar tanggungan negara tidak hanya selama kampanye, melainkan juga saat masa tenang hingga pemungutan suara.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara 154/PUU-XXII/2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025) dikutip laman detikcom.

“Menyatakan Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas, yang terkait dengan jabatannya bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana baik pada masa kampanye, masa tenang maupun pada hari pemungutan suara’,” sambungnya.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) juga mengabulkan gugatan soal ambang batas pencalonan presiden. Ini berarti seluruh partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan pada Kamis(2/1/25).

Dalam Pasal 222 UU Pemilu, syarat capres dan cawapres untuk maju yakni dengan mengantongi dukungan parpol atau gabungan parpol. Syaratnya, memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Meski demikian, ada dua hakim yang memiliki opini berbeda soal putusan ini. Keduanya adalah Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.

MK juga memberikan pedoman bagi pembentuk UU agar tak muncul pasangan capres dan cawapres terlalu banyak. Salah satunya adalah partai yang bergabung mengusulkan capres tak menyebabkan dominasi. Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

(Dhii)

No More Posts Available.

No more pages to load.