Jakarta, ebcmedia – Prof.DR.Dr.Satyanegara, Sp.Bs (ahli bedah saraf) mulai mengoleksi prangko sejak masih duduk di kelas 4 SD (thn 1949) sampai kelas 6 SD. Lalu kegiatan hobinya berhenti sampai ketika ia pergi ke Jepang untuk studi di fakultas kedokteran Universitas Kyushu, di kota Fukuoka. Sehingga rentang waktu 15 thn, kondisinya vacuum (kegiatan mengoleksi).
Ia berangkat ke Jepang thn 1958, dan akhirnya kembali ke Indonesia thn 1972. Lalu hobi mengoleksi dimulai lagi sekitar thn 1975 sampai sekarang. Pada thn 1990, ia bersama rombongan pergi ke Jerman. Ia menyaksikan peristiwa sejarah runtuhnya tembok Berlin dan memborong berbagai prangko yang gambarnya berupa Tembok Berlin.
“Koleksi prangko saya yang gambarnya Tembok Berlin paling lengkap. Jerman Timur sebagai negara kan selama 40 tahun (1949 – 1989), tapi saya kunjungan ke Jerman Barat dan Jerman Timur saat peristiwa runtuhnya Tembok Berlin,” kata Satyanegara.
Ketika pertama kali mengoleksi prangko, Prof. Satyanegara hanya mampu beli yang harganya murah. Tapi sekarang, harganya menjadi mahal. Perangko yang sudah berusia sekitar 74 thn tersebut sudah berwarna agak kuning kecoklat-coklatan.
Tapi koleksi terbarunya, prangko Egypt yang diproduksi thn 1868, 1872, walaupun sudah agak kuning/coklat, tapi gambarnya masih sangat jelas. Perangko Egypt sudah berusia 155 tahun, tapi masih kalah dibanding perangko pertama di dunia yang dibuat di Inggris, thn 1642. Prangko tersebut diberi nama Penny Black, yang berperekat dan pertama di dunia yang digunakan dalam sistem pos umum.
“Warna (prangko) hitam. Waktu prangko dengan gambar Ratu Elizabeth 1 (pertama) diproduksi, saya juga dapat (untuk koleksi),” kata Satyanegara.
Lalu ia dapat darimana koleksi terbarunya, prangko Egypt . Ternyata ada Filatelis Indonesia yang mengantar prangko Egypt tersebut. Ia mengaku, sejak sebelum pandemic covid, ia sudah mengurangi kegiatan koleksi. Ia juga mengurangi frekuensi kunjungan ke tempat Filatelis Indonesia. Sejak 3-4 tahun belakangan ini, ia ditawari oleh Filatelis.
“Saya terpancing lagi melihat prangko yang aneh-aneh. Ketika pikiran sedang mumet, melihat deretan koleksi prangko, saya fresh lagi,” kata Satyanegara.
Prangko ditempelkan pada amplop, kartu pos, atau benda pos lainnya sebelum dikirim. Ia sering memperhatikan prangko yang tertempel pada amplop surat, dan rasa ingin tahu penerimanya.
“Suratnya mungkin dikirim untuk kekasihnya. Tapi koleksi prangko saya tidak ada suratnya. Ada koleksi yang mengoleksi utuh dengan suratnya,” kata Satyanegara.*** Liu/SR