Jakarta, ebcmedia – Mantan Direktur Utama Pertamina Persero periode 2009-2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, memohon Presiden Jokowi membatalkan kontrak kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier liquefied natural gas (LNG), salah satunya dengan Corpus Christi Liquefaction (CL) LC Amerika Serikat.
Karen Agustiawan mengungkapkan, kerja sama pembelian LNG merupakan kebijakan di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemudian dilanjutkan di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Jadi, pembelian LNG merupakan kebijakan dua rezim, yaitu rezim SBY dan Jokowi. Jika hal ini dianggap keliru, saya mohon agar rezim Presiden Jokowi membatalkan kontrak Corpus Christi Liquefaction,” kata Karen Agustiawan seusai sidang tanggapan JPU atas eksepsi tim penasihat hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Sementara, kuasa hukum Karen Agustiawan, Rebecca Siahaan menyampaikan, materi sidang hari ini mendengarkan tanggapan dari JPU atas eksepsi penasihat hukum yang telah disampaikan minggu kemarin. Menurut JPU, eksepsi tim penasihat hukum Karen Agustiawan sudah masuk ke materi pokok perkara.
Rebecca membantah pandangan JPU. Tim penasihat hukum tetap pada pandangan hukumnya.
“Kami tetap pada pandangan kami, bahwa surat dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap,” kata Rebecca.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina tahun 2011-2021. KPK pun menjebloskan Dirut PT Pertamina periode 2009-2014 ke rumah tahanan negara (rutan).
KPK menduga, Karen Agustiawan secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan asing tanpa kajian dan analisis menyeluruh.
Dalam kasus ini, Karen Agustiawan diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,1 triliun terkait pengadaan LNG. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Herkis)