Kabid Penyediaan dan Pengembangan Prasarana DTPH Banyuasin, Lisdawati mengatakan, persawahan di area pasang surut cukup mendapatkan air untuk bercocok tanam. Bahkan nyaris jarang mengalami kekeringan.
“Sebelumnya petani menanam padi setahun sekali, dengan pola tanam IP 100. Diharapkan petani menaman dua kali dalam setahun, dengan pola tanam IP 200. Bahkan, rencananya bisa IP 300, tiga kali tanam dalam setahun,” jelas Lisdawati kepada Suwandi .
Lisdawati menyebutkan, daerah pasang surut di Kecamatan Tanjung Lago terbagi dua, salah satunya yang dikelola penduduk lokal. Untuk sistem pengarian, rata-rata ngeblok untuk mengairi 16 hektar sawah. Aliran air tersebut bersumber dari Muara Sugih.
Saat panen, petani menggunakan mesin combine harvester, sehingga lebih menghemat waktu memanen. Petani hanya membutuhkan waktu sekitar 1-2 jam untuk memanen padi seluas 1 hektar.
“Pertanian Banyuasin sudah menerapkan mekanisasi. Tanam dan panen pun dilakukan secara mekanisasi,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, kendala IP 200 adalah rentan terserang OPT. Ketika di area lain tidak tanam, sementara di Desa Sri Menanti masuk masa tanam, dominan diganggu hama tikus.
“Makanya, ketika ingin menanam padi, kami minta kepada petani untuk membongkar lubang-lubang tikus. Jika sudah tidak ada lubang tikus, baru tanam padi. Karena jarak tanam dari IP 100 ke IP 200 pendek, kadang diabaikan oleh petani. Akhirnya ada serangan OPT di IP 200 lebih banyak dibandingkan IP 100,” tuturnya.