Irmanjaya Thaher: Peran Penting Artificial Intelligence dalam Penegakan Hukum di Indonesia

oleh -722 Dilihat
oleh
banner 468x60

Jakarta, ebcmedia – Penegakan hukum di Indonesia memang dirasakan belum maksimal.

Berbagai faktor menjadi penyebab agak terhambatnya proses penegakan hukum di Tanah Air.

Maka, tidaklah berlebihan jika berbagai kalangan, khususnya kalangan hukum, merasa prihatin dengan kondisi ini.

Berbagai upaya dan terobosan pun diupayakan untuk mengatasi problem kompleks ini.

Salah satu upaya yang dilakukan dengan artificial intelligence (AI). AI merupakan teknologi memiliki potensi besar mengubah kehidupan manusia di masa depan.

Di dunia hukum, AI dinilai memiliki potensi besar sebagai subyek hukum. Dengan teknik AI diharapkan proses penegakan hukum bisa dilakukan dengan baik.

Menurut Kepala Program Studi (Kaprodi) Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Dr. H. Irmanjaya Thaher, S.H., M.H, artificial intelligence (AI) merupakan kecanggihan pikiran. Bagaimana artificial itu berkembang sedemikian rupa.

“Sehingga yang semula hanya pemikiran-pemikiran, berkembang menjadi robotical yang digabung dalam aplikasi artificial intelligence (AI),” ujarnya kepada EBC Media usai kuliah umum Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul dengan tema  Potensi Artificial Intelligent sebagai Subjek Hukum dengan pembicara Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. H. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS, Jumat (17/11/2023).

Irmanjaya menambahkan, AI penting karena ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat. “Suka tidak suka, mau tidak mau, kita akan mengikuti perkembangan itu. Dan tentunya harus mengikuti ketentuan perundang-undangan,” terangnya.

Dia mengibaratkan, kalau di robot ada artificial intelijen, lalu dimasukkan rumus-rumus, tentunya robot itu akan bisa melakukan aktivitas, seperti jalan sendiri, ngomong, bisa debat, bisa mengatakan tidak, ya. Atau menolak dengan rumus berdasarkan generasi lewat otakmya yang luar biasa.

“Ini berbahaya, suatu waktu kita tidak tahu apa yang dilakukan robot itu,” jelasnya.

Irmanjaya pun mengungkapkan penggunaan robotical dengan AI di berbagai negara. “Kita bisa lihat robotical dengan artificial intelijen. Di China, Amerika sudah melakukan seperti manusia. Dalam peperangan dakam bentuk drone, dalam bentuk pasukan juga ada,” tuturnya.

“Kedepan, kita harus ada upaya-upaya dengan robot aplikasi AI menjadi subyek hukum. Ini penting,” cetusnya.

Irmanjaya lebih jauh mengungkapkan peran AI sebagai pelengkap peran saksi dalam suatu kasus.

Dia mengakui, banyak saksi di persidangan melalukan kebohongan. Seharusnya saksi mengungkapkan apa yang dilihat dan dirasa.

“Walaupun sudah disumpah masih bohong. Kalau robot apa adanya. Bisa lebih bagus kalau bisa jadi subyek hukum,” tukasnya.

Dengan menjadi subyek hukum, tentunya robot dengan AI akan diatur. Sesuai ketentuan perundang-undangan.

Irmanjaya kemudian menguraikan soal subyek hukum. Menurut dia, subyek hukum ada dua, yaitu subyek hukum alamiah dan subyek hukum positif.

Subyek alamiah, sambungnya, orang yang menjadi subyek hukum karena emosional, intelijen, kemampuan agama (spritual). Meski tidak ada tiga kriteria itu sanggup melakukan apa pun. Dengan demikian, ada yang alami dan positif.

“Kalau subyek hukum positif berdasarkan subyek hukum dan UU. Misalnya korporasi, kemudian kelompok orang. Positif yang dibentuk berdasarkan UU, bagaimana kendaraan, tanah, menjadi subyek hukum,” ucapnya.

Lantas, apakah AI sebagai subyek hukum sudah bisa diterapkan di Indonesia?

Irmanjaya mengakui, para praktisi hukum di Indonesia berpikiran progresif sudah berusaha membuat menjadi subyek hukum.

Namun ada yang masih berpikir konservatif, memakai subyek hukum harus ada tiga syarat tadi yaitu emosional, intelijen, dan spritual. Kalau persyaratan tidak lengkap tidak bisa menjadi subyek hukum.

“Jadi yang disanpaikan dalam kuliah umum luar biasa. Robot mampu melakukan beebagai hal yang dilakukan oleh manusia. Seperti nangis dan bercinta. Itu emosional,” urainya.

“Intelijen dia lebih pintar. Sekarang spritualnya, memang dia tidak punya agama. Tapi kalau dikasi untuk jadi ustad dia bisa juga kan,” lanjutnya.

“Dan sekali lagi buatan manusia jauh lebih tidak sempurna dibanding ciptaan Tuhan.”

Oleh karena itu, menurutnya, robot-robot yang diaplikasi AI harus dibatasi dengan aturan-aturan yang dibuat. Supaya lompatannya tidak merugikan manusia itu sendiri.

Dia pun berharap AI bisa menjadi subyek hukum dan diterapkan di Indonesia, sehingga penegakan hukum di Indonesia bisa berjalan dengan baik. (Wan)

No More Posts Available.

No more pages to load.